Saturday, 8 April 2023

Kadang Aib Tak Perlu Jadi Candaan

Suka bengong dan mikir, jaman sekarang mudah banget orang ngomongin aib sendiri di ranah publik, entah sosial media mereka ataupun di menfess twitter. Dan akhirnya jadi hal biasa aja gitu. Semudah itu.

Tapi satu hal yang menganggu juga sih, ketika aib jadi candaan. Mungkin gue yang tidak cocok dengan hal itu sehingga membuat diri gue have bad feelings aja gitu. Padahal itu sesuatu yang udah lewat. Tapi ketika itu jadi suatu candaan yang kayak hal biasa, olok olok yang kadang bikin gue mikir "are u insane? Itu aib cuy. Ketika Tuhan menutup rapat lalu lu kumandangkan aib lu dan jadi bahan olok olok"

Sebenernya pemikiran ini terganggu karena ada sebuah chat yang masuk dan mengulas kembali momen yang jadi trigger buat gue, which is itu udah lewat. Tapi ternyata namanya wound ya, dan luka itu ga gampang sembuh tapi ya gabisa juga minta orang nyembuhin kayak luka fisik, kasih obat atau alkohol tepuk2 kasih plester lalu diamkan dan trala tinggal berbekas. Luka ini tuh kayak luka di dengkul gue akibat kecelakaan di angkot waktu kecil dan gue sangat ingat jelas ketika angkot yang gue naikin nabrak tumpukan batu dan semua penumpang salah satunya gue kebanting dan bikin bokap marah sampe mukulin supirnya. Sedangkan kaki gue berdarah dan gue dilariin ke rumah sakit. Sampai sekaranf lukanya masih ada, berbekas. 

Gabisa di undo sebenernya, dan walau udha lewat tapi masih tergambar jelas kalau momen ngerinya kayak apa. Segitu luka fisik, apalagi luka di hati. Ketika melihat suatu konteks yang disebut seorang teman yang DM itu seketika kayak "deg", gatau itu apa tapi rasanya mood turun ke level low dan gue kayak balik ke momen takut, ga percaya, shock. Hahaa trauma ternyata ya gitu, bisa tiba2 aja meski udah memaafkan tapi ga bisa lupa rasa sakitnya. Bahkan detik ini gue lagi berusaha memvalidasi perasaan gue "what I feel? It is hurting me so much? Or it just bad memories that make me afraid".

Gue menjalankan apa yang dibilang ka dharma di sesi konsul waktu itu, gue melepaskan apa yang gue genggam termasuk kontrol manusia terhadap apa yang dimiliki pasangan gue. Maksudnya, saat gue dulu sebelum nikah gue punya hipotesa bahwa melihat ciwi2 di tiktok, di ig di yutub merambat ke porn dan akhirnya cheating akhirnya gue mengambil kontrol untuk melarang pasangan nontonin ciwi2 itu. Sekarang ada sih part of me yang pengen ke momen itu tapi diri gue yang lain melarang karena gue ingin tenang, gue gamau larangan2 membuat kebohongan yang menyakitkan. I mean people come and go right? Mau dikerangkeng kayak gimana kalau dia gone ya akan gone. Karena setidaknya unfaithful itu hamya menunjukan level betapa rendahnya seseorang and that's okay. Gue ga mau jadi orang yang melarang hanya karena ketakutan gue dan rasa trauma gue. Karena walaupun trauma itu disebabkan orang lain, gue pemilik perasaan, pikiran dan diri gue, dan gue mampu menyembuhkan diri gue.

Chat itu dan kata halodoc subuh subuh memang membawa gue ke momen overthinking menyakitkan, tapi gue menyadari hal ini bahwq gue sakit bahwa gue masih luka dan langkah yang baik untuk tahap overcome truama. Past is the past right? I cannot control people around me. I just control my feeling, my self, my response. Melarang seorang teman itu membahas kayak gitu pun kayak menyuruh orang berhenti bernapas disaat manusia hidup dengan cara bernapas. Huft okay hempaskan, lepaskan. We can get through this trauma. Kalimat, memori, tempat, nama yang menyakitkan adanya di masa lalu. Sekarang kamu hidup di masa kini dan gada yang tau masa depan. Jadi tenangkan diriz karena everythings gonna be okay

No comments:

Post a Comment