Disini saya mau bercerita sedikit banyak tentang
buku yang pernah saya baca yang menceritakan tentang Child Abuse(Penyiksaan
terhadap anak-anak). Dalam buku itu benar-benar membuat hati saya miris,
dikehidupan yang tak saya lihat, bahkan saya tak pernah membuka mata saya untuk
melihat tentang dunia gelap yang berisi anak-anak yang mengalami penyiksaan
oleh orang tuanya. Mungkin saya hanya pernah mendengar sekilas cerita dalam
berita mengenai Child Abuse. Namun setelah membaca buku ini, saya menangis hati
saya menangis. Saya benar-benar tak menyangka dalam dunia yang saya nikmati ini
tersimpan banyak cerita tragis yang dialami orang anak-anak tak berdosa.
Anak-anak yang seharusnya menikmati masa-masa dimana mereka menghabiskan waktu
mereka untuk tertawa bersama teman-teman sebayanya, namun mereka terjatuh
bahkan terjerembab dalam luka dalam yang mungkin tak semudah membalikan telapak
tangan untuk melupakannya. Luka itu akan terus membekas dalam hatinya, entah
sampai kapan. Luka itu pun bisa merubah diri dia saat dewasa. Tidak seharusnya
para orang tua melakukan tindakan kekerasan untuk mendidik anaknya, apalagi
jika melampaui batas.
Kisah ini
mengenai David Perzer yang tinggal di bagian California, Amerika. Ia juga yang
menulis buku yang berjudul “ A child Called it” Ia mengalami kisah hidup yang
benar-benar membuat hati saya teriris. Kisah masa kanak-kanaknya yang telah
direnggut oleh ibu kandungnya sendiri. Ibu kandung yang telah melahirkan dia
memberikan berbagai macam penyiksaan seperti memukulinya hingga babak belur,
menamparnya, menendangnya, membakar tangannya diatas kompor sehingga membuat
kulitnya melepuh, menyuruhnya bermandi air dingin ketika musim dingin tiba,
menyuruhnya meminum satu sendok cairan amoniak sehingga membuat kulit lidahnya
melepuh, menyuruhnya tidur dilantai basement, tidak memberinya makan 3 hari
berturut-turut, menyuruhnya mengerjakan pekerjaan rumah tangga, menyuruhnya
tinggal diluar dengan berbekal selapis baju dalam keadaan turunnya salju,
mencampurkan cairan amoniak+Clorox yang membuat siapapun yang menghirupnya
sulit bernapas, bahkan sampai menusuk perutnya menggunakan pisau dan membuat
luka panjang yang membekas dibagian dada sampai perut. Sungguh tindakan yang
tidak wajar jika orang tua menggunakan alasan ini untuk mendidik anaknya atau
menghukum anaknya yang nakal. Dalam benak saya, dimana hati orang tua tersebut
yang melakukan tindakan Child Abuse terhadap anak-anaknya? Sungguh tak bisa
saya telan dengan logika jika seorang ibu yang menyiksa bahkan membunuh anaknya
sendiri setelah 9 bulan mengandung? Mengapa harus meluapkan emosi mereka
terhadap anak-anak tak berdosa? Mengapa melampiaskan rasa frustasinya kepada
anak-anak yang sungguh tak tahu apa kesalahan dia sebenarnya.
Bahkan
diberbagai informasi penyiksaan itu tidak hanya berbentuk fisik melainkan
emosional bahkan seksual. Ada pula Masyarakat yang memiliki minimnya informasi
mengenai Child Abuse akan menganggap penyiksaan ini merupakan bentuk
pendisiplinan diri terhadap anak-anak mereka yang melakukan kenakalan. Dimana
hati mereka? Untuk sekian kalinya saya menggelengkan kepala tak percaya dengan
apa yang saya baca. Sebuah penekanan hidup yang diberikan kepada anak mereka
akan mempengaruhi sikap dewasa anak mereka nantinya. Guru BK saya pernah
berkata jika seorang anak diajarkan sikap yang keras oleh orang tua mereka maka
anak terbentuk pula sikap keras dalam dirinya. Atau orang tua yang tidak peduli
bahkan terlalu cuek kepada anak mereka akan membuat anak mereka tersebut
menjadi tidak peduli terhadap hidupnya. Apa jadinya jika seorang anak yang
selalu diberi penyiksaan fisik dan memendam rasa amarah luar biasa namun tetap
menyembunyikannya dalam hatinya? Saya benar-benar tak menyangka jika orang tua
ini melakukan tindakan keras kepada buah hati mereka sendiri. Dalam buku itu
dituliskan bahwa “Seorang dewasa yang pernah menjadi korban penyiksaan di masa
kecilnya mungkin saja melampiaskan rasa frustrasinya kepada lingkungan
sosialnya atau kepada orang-orang yang ia cintai. Orang dewasa yang melakukan
Child Abuse ini sendiri sebenarnya seseorang yang memiliki kemarahan terpendam
lalu merasa frustasi dan melihat anaknya sendiri menjadi sasaran frustasinya
dan memasukan anak tersebut dalam lingkaran kemarahannya. Sehingga kemarahannya
membabi buta, dan menjadikannya korban Child Abuse. Sebuah kemarahan yang
terpendam terlalu lama akan membuat rasa amarah yang menumpuk dan akhirnya
pecah sehingga melewati batas klimaks rasa kemarahannya yang sudah lama
dipendam. Rasa amarah itu bisa dilampiaskan kepada siapa saja. Hal inilah
merupakan dampak negative memendam amarah terus menerus.
Setiap
tahun jumlah kasus penyiksaan anak terus meningkat. Pada tahun 1990, di Amerika
Serikat, ada 2,5 juta kasus penyiksaan anak yang dilaporkan. Pada tahun 1991
angka itu meningkat jadi lebih dari 2,7 juta kasus.( ini merupakan data
informasi yang saya dapat dari buku “ A Child Called It”). Dalam buku itu juga
dijelaskan bahwa Child Abuse yang terjadi ini merupakan nomor 3 terparah di
negara bagian California.
Dalam buku
itu David walaupun diperlakukan sedemikian rupa oleh ibunya, ia tetap berharap
keajaiban akan datang padanya dan membuat ibunya kembali seperti yang dulu,
namun itu hanya khayalannya. Dalam buku itu tertulis bahwa betapa beratnya
hidup David, Ia ingin meminta bantuan namun mulutnya diam membisu bahkan
ayahnya pun tak dapat berbuat apa-apa dengan tindakan yang dilakukan ibunya
terhadap dirinya. Dan yang membuat saya berdecak kagum adalah ketika dia
melupakan rasa benci dirinya kepada masa lalunya yang kelam dan tidak
menjadikan anak serta istrinya itu pelampiasan emosi dan kemarahan dirinya saat
ia kecil ia bahkan memberikan kasih sayang yang sangat besar kepada anaknya
yang Ia beri nama sama dengan ayahnya.
Sebenarnya
tekanan ekonomi dan sosiallah yang mendesak suatu keluarga sampai ke batas
melebihi normal, dalam situasi seperti inilah Child Abuse mungkin terjadi dalam
keluarga tersebut.
Sebenarnya
seorang anak yang mengalami Child Abuse memiliki rasa takut, kecewa, sakit
bahkan rasa marahnya yang tersimpan rapi dalam hatinya. Hal inilah yang membuat
mereka ketika mereka dewasa meluapkan emosi yang sudah terbendungnya kini pada
orang terdekatnya. David merupakan anak
yang sangat pintar namun setelah menjadi korban penyiksaan itulah semuanya
berubah ia menjadi sulit berkonsentrasi dalam sekolahnya dan ketika ia memiliki
keberanian untuk keluar dari lingkaran kesengsaraan ia mulai mencoba membenahi
dirinya sehingga ia berhasil menjadi pensiunan Angkatan Udara Amerika serikat
bahkan ia pun memiliki prestasi-prestasi dan mendapat berbagai penghargaan
serta pujian oleh dua mantan Presiden Amerika Serikat, Ronald Reagan dan George
Bush.
Pesan Moral
Buku ini
dapat membuat kita membuka mata hati kita bahwa sekeras apapun masalah yang
menimpa kita bukan berarti kita melampiaskan seluruh amarah kepada anak-anak
tak berdosa. Dan untuk para orang tua hendaknya kalian menghindari cara
kekerasan untuk membuat anak kalian jera dengan kenakalannya atau bahkan
membuatnya disiplin. Karena justru kekerasan yang kalian lakukan itu akan
membuat anak kalian belajar dari sikap kalian itu dan akan menanamkannya
dibenaknya atau bahkan menjadikan bahan pelampiasan mereka kepada anak-anaknya
kelak. Dan itu akan membuat semakin banyak Child Abuse di belahan dunia ini.
Terima
kasih telah membaca tulisan saya, semoga bermanfaat. Sekian
Salam
penulis
Shalsa
salsa numpang sedot sinopsis nya salsa ya, buat tugas soalnya...
ReplyDeletemakasih sebelumnya ^^