Tuesday 13 September 2011

RANAH 3 WARNA


Alif adalah murid tamatan dari pondok pesantren Madani di Ponorogo. Ia sedang menikmati kembali ke kampong halamannya. Ia bertemu dengan sahabatnya, Randai yang saat ini sedang libur panjang dari ITB. Lalu mereka berlomba memancing. Tapi Alif ternyata kalah hebat dari Randai. Randai sudah  mendapatkan ikan seperti belut yang sangat besar.
Alif mempunyai keinginan dan mimpi. Ia ingin pintar berbahasa Arab dan bahasa Inggris. Ia juga ingin bisa bersekolah di ITB Bandung seperti temannya di pondok madani yaitu Habibie. Dan merantau ke negeri paman sam, Amerika.
Alif yakin akan impiannya itu. Namun sahabatnya, Randai malah merendahkannya. Banyak orang lain juga yang merendahkannya dan tidak percaya akan mimpinya itu untuk masuk kuliah ilmu umum. Karena tanpa ijazah SMA mana mungkin bisa ikut UMPTN? Namun Alif yakin akan mimpinya itu karena ia mempunyai moto hidup yang sangat kuat melekat dalam dirinya” man jadda wa jadda”.
Sebenarnya Alif masuk pondok pesantren Madani karena keinginan ibunya, dan ia ingin sekali masuk sekolah di jalur ilmu umum. Namun ayahnya berjanji kepada Alif akan mengurusi keperluan untuk mendapatkan ijasah SMA melalui ujian persamaan. Lalu Alif pun setuju. Namun ujian persamaan akan berlangsung 2 bulan lagi dan Alif harus mempelajari materi pelajaran SMA 3 tahun sebenarnya ia sudah gentar dan berpikir tidak dapat mempelajarinya namun ayahnya selalu mendukungnya. Dan ia membulatkan tekad dan berdoa untk lulus ujian persamaan SMA dan berperang menaklukan UMPTN. Namun setelah berpikir panjang Alif akhirnya memutuskan untuk tidak memilih kuliah di ITB melainkan ia akan mengambil jurusan IPS.
Akhirnya waktu ujian persamaan tiba, segera ia pun mengisi soal soal tersebut. Beberapa minggu kemudian ia datang ke kantor panitia untuk melihat nilainya. Ia sangat bersyukur karena tidak ada tinta merah di nilainya walaupun nilainya rata-rata 6,5.
Waktu ujian UMPTN pun telah tiba, ia pun mulai mengisi soal-soal tersebut dengan hati-hati. Namun ia hanya bisa mengerjakan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia selebihnya Alif pasrahkan kepada Allah. Sampai akhirnya tibalah hasil uMPTN. Hasil ujian UMPTN terdapat didalam surat kabar Haluan dan Koran itu dibawa oleh bus Harmonis. Setelah bus itu berhenti dan memberikan korannya kepada Alif dan ayahnya, ayahnya segera membentangkan Koran itu lebar-lebar dan membaca satu persatu nomer peserta yang lulus yang tertera di lembar Koran itu. Dan ternyata nomer ujian Alif pun tercetak dalam lembar Koran itu. Ia sangat bersyukur.
Walaupun bukan Teknik penerbangan ITB seperti mimpi awalnya, ia telah bulat memilih jurusan Hubungan Interasional karena ia sangat ingin menjadi Diplomat.
Sehari menjelang keberangkatan Alif ke Bandung ayahnya memberikannya sepatu hitam dari kulit jawi. Namun Alif berangkat dengan perasaan ragu karena ayahnya sedang sakit.
Setibanya di Bandung ia tinggal di rumah Randai untuk sementara waktu. Hari pertama masuk kuliah pun akhirnya tiba namun sebelum mulai kuliah mahasiswa baru harus di ospek terlebih dulu. Alif pun akhirnya mendapatkan teman baru yaitu wira dari Malang, Agam dari Palembang dan Memet dari Sumedang dan mereka berempat menamai diri mereka geng Uno karena mereka sering bermain kartu Uno. Di Bandung ia juga bertemu seorang gadis yang bernama Raisa.
Karena Alif tak kunjung dapat tempat kos akhirnya Randai mengusulkan untuk patungan membayar tempat kos Randai. Jadi Alif tetap akan tinggal di tempat kos Randai.
Di kampusnya Alif bergabung dengan majalah Kutub dan pimpinan Redaksinya bernama Togar Perangin-angin, dan biasanya dipanggil Bang Togar. Dan ada mahasiswa yang bilang pada Alif bahwa Bang Togar itu orangnya sangat keras dan sombong, namun Alif tidak terpengaruh karena ada moto yang selalu melekat dalam hatinya yaitu man jadda wa jadda. Akhirnya alif ingin berguru dengan Bang Togar. Alif bilang ia ingin tulisannya tidak hanya dimuat di majalah kampus tapi juga di muat di media nasional. Namun Alif sudah diberi tugas untuk menulis sebanyak 5 halaman dan harus tiba tulisan itu keesokan harinya jam 8 di tempat kos Bang Togar.
Akhirnya tulisannya pun selesai juga. Ia memberi judul untuk tulisannya”Kenapa Arab gagal Membantu Palestina”. Dengan terengah-engah Alif sampai juga di kos Bang Togar namun ternayata hasilnya sia-sia. Tulisannya yang sudah ia buat dengan jerih payah ternyata di beri coreng silang yang sangat besar dengan tinta merah. Namun Alif tidak pernah menyerah. Akhirnya Bang Togar menyuruhnya memperbaiki tulisannya dan memintanya untuk 4 jam lag kembali. Akhirnya ia pun mendapatkan tanda contreng dan hanya ada sedikit perbaikan. Setelah beberapa hari berselang ternyata tulisan Alif dimuat dimajalah kampus, Alif merasa senang sekali. Lalu Alif hendak pergi ke Bang Togar dan berterima kasih padanya. Namun Bang Togar malah menyuruhnya lebih giat belajar dan berlatih.
Suatu hari Alif dapat telegram dari Padang. Namun itu membuatnya resah, segera ia buka dan ternyata surat itu pemberitahukan bahwa ayahnya sakit dan ibunya berharap agar Alif cepat pulang. Lalu Alif langsung pulang naik bus pada malam itu juga. Ia sangat menghawatirkan ayahnya.
Sesampainya di rumahnya, Alif tidak melihat ayahnya. Ibunya mengajaknya bergegas pergi ke Rumah Sakit ternyata Ayahnya sudah berhari-hari di rawat di rumah sakit.ayahnya meminta Alif untuk berfoto keluarga bersama. Alif memasang timer dan terdengarlah bunyi klik. Alif merasa senang sekali akan kelengkapan dan kehangatan yang ia rasakan dalam keluarganya.
Keeseokan harinya alif terbangun oleh suara ibunya yang terdengar panic dan menyuruhnya melihat keadaan ayahnya. Akhirnya alif pergi  ke kamar ayahnya dan melihat ayahnya sudah sakaratul maut lalu Alif membantunya membisikkan doa ke telinga ayahnya. Ayahnya membisikkan sesuatu di telinga Alif, ia berpesan agar Alif dapat membela adik dan ibunya serta selesaikan sekolah dan patuh terhadap ibunya. Namun tiba-tiba tidak terdengar suara apapun dari ayahnya. Alif menggoyang-goyangkan badan ayahnya ternyata sia-sia. Alif merasa sangat terpukul sekali atas kehilangan ayahnya. Seminggu kemudia Alif pamit kepada ibunya untuk pergi ke Bandung. sesaat ia berpikir mana mungkin membiarkan ibunya membanting tulang sendiri di kampong belum lagi dengan biaya ia dan adik-adiknya. Walaupun ibunya bilang akan membiayai alif dan adik-adiknya dengan gaji guru dan dengan menambah penghasilan dengan mengajar madrasah pada sore hari. Namun Alif bertekad untuk tidak menjadi beban ibunya di kampong.
Pernah suatu pagi karena uangnya yang semakin menipis ia akhirnya memesan bubur ayam dalam porsi setengah dan agar terlihat banyak maka ia tambahkan air jadi terlihat encer sekali namun baginya itu sudah cukup untuk menghangatkan perut. Akhirnya Alif mencoba mencari pekerjaan. Lalu ia dapat pekerjaan sebagai guru les, menjadi distributor dagangan tantenya Wira. Alif juga pernah di rampok  semua uang, dagangannya semuanya habis di rampok.
Alif juga pernah mengalami sakit tifus selama 1 bulan. Setelah sembuh dari sakitnya ia kembali menemui Bang Togar. Ia ingin menulis lagi. Ia pun mulai berguru lagi ke Bang Togar dan kini ia sudah punya beberapa opini dan akan mengirimnya ke Koran local. Dan umtuk pertama kalinya tulisannya dimuat dikoran dan ia mendapakan honor.walaupun ia hanya mendapat Rp. 15.000,00. Akhirnya Alif memutuskan akan terus dalam pekerjaannya saat ini, yaitu menulis. Sampai akhirnya opininya dimuat dikoran Manggala. Akhirnya honor menulisnya ia selipkan  dalam surat yang akan dikirim untuk ibunya. Sepekan kemudian ibunya membalas surat dari Alif, ibunya sangat terharu atas kerja keras selama ini di Bandung.
Mimpi yang tak terduga ternyata menjadi kenyataan. Alif bertemu seseorang yang pernah mengikuti pertukaran pelajar keluar negeri dan ia menceritakan kepada Alif bagaimana bisa ia ikut pertukaran pelajar itu.  Akhirnya Alif sangat tertarik untuk ikut pertukaran pelajar itu. Ia ingin sekali pergi ke benua adidaya, Amerika. Akhirnya ia ikut seleksi dan ternyata ia terpilih untuk ikut pertukaran pelajar yaitu kenegara Kanada.

No comments:

Post a Comment