Saturday 24 May 2014

Tepat Pukul Tujuh Malam


dingin menusuk kulitku, bukan dingin angin malam di luar sana namun dingin udara ruangan. capucinno panas menemani kita dalam perjalanan sebuah cerita, alur sebuah kata cinta. entah apapun itu rasanya seperti nyata tidak nyata. cerita manis yang terlontar darimu membuatku setengah sadar tidak mengerti maksud arah bicaramu. waktu mengantarkan kita pada suatu cerita, cerita manis dan kata-kata manis yang kau ucapkan
" aku bukan pria yang bisa to do point dalam menyatakan suatu perasaan"
itu kalimat yang kuingat malam itu, tepat pukul tujuh malam
senja telah mengantarkan kita pada malam penuh tawa, canda dan cerita. senja juga yang telah mengantarkan kita pada tepat pukul tujuh malam
bukan sebuah pertanyaan yang kau lontarkan, tapi sebuah cerita urut beralur mundur mengenai ceritamu bahwa kau mencari keseriusan. bukan teman, mungkin teman, semacam teman spesial dalam hidup, mungkin.
kau bilang ceritamu menjawab pertanyaanku kemarin, nyatanya tidak. justru membuatku penuh dengan pertanyaan.
tepat pukul tujuh malam
pintu theater terbuka menandakan kita harus memasuki ruangan untuk menonton film. film yang memang sudah kau cari jadwalnya. indah rasanya, walaupun terasa ragu.
marmut merah jambu membuat kamu cerita panjang lebar dan malah membuatku berpikir panjang mengenai maksud ceritamu tadi. di akhir cerita film itu, kau mengucapkan kalimat dengan makna sama namun berbeda.
" aku sama seperti raditya dika di film marmut merah jambu "
pria yang tidak bisa menyatakan perasaannya, seperti itu.
apakah kau melihat bahwa aku banyak tersenyum dan tertawa malam ini? sejak senja yang mengantarkan kita pada tepat pukul tujuh malam.

sebuah cerita tidak hanya berakhir disini, karena alur ini berjalan maju dimulai sejak senja mengantarkan kita pada tepat pukul tujuh malam.

No comments:

Post a Comment