Wednesday 22 August 2012

Pandangan Wanita mengenai pendidikan


Pernahkah kalian menemui kasus orang tua yang mengarahkan anaknya bekerja dibanding untuk bersekolah? Jika saya yang mendapatkan pertanyaan ini maka jawabannya tak lain adalah iya. 

Ternyata ketika kita memandang jauh ke arah dalam kasus ini, banyak pula kasus serupa. Alasan orang tua dalam kasus ini adalah pemikiran dangkal yang memandang remaja perempuan bahwa “wanita ujung-ujungnya juga ke dapur yang berperan sebagai seorang istri “ ketika kalimat ini telah mendarah daging maka sudah tidak ada lagi tujuan si orang tua untuk mensekolahkan anaknya, jika karna kalimat ini ditanamkan dalam suatu keluarga maka akan banyak pula anak perempuan yang tidak meneruskan sekolahnya. Sebagai orang tua seharusnya menjadi teladan dan memberikan arahan yang baik kepada anaknya. Mungkin banyak alasan yang terjadi dalam kasus ini, seperti yang saya tahu orang lebih memilih bekerja dibandingkan bersekolah karena dalam bekerja akan mendapatkan uang sedangkan bersekolah hanya akan membuang-buang uang dengan ongkos jajan, beli buku dll. Padahal jika kita berpikiran positif dan menikmati arti bersekolah dan belajar maka semua itu tidak akan menjadi beban melainkan nikmat yang terkadung.

Satu pertanyaan dari saya, siapa orang yang tidak tergiur akan uang?
pertanyaan ini juga menjawab pertanyaan mengapa banyak pula remaja perempuan yang sangat senang memilih bekerja dibandingkan bersekolah. Namun jika ini yang ditanamkan dalam benak masing-masing hendaknya berpikirlah lebih matang karena uang yang akan bisa kita dapatkan tidaklah sebanyak orang yang telah bersekolah tinggi dan bekerja. Karena ketika seseorang memutuskan berhenti sekolah dan memilih bekerja pemikirannya belum matang dan tentu saja belum ada keahlian yang dimilikinya. 

Kasus kasus seperti ini banyak ditemukan di daerah perkampungan yang memiliki pemikiran dangkal seperti yang sudah dijelaskan diatas. Dan juga tentunya factor lingkungan, coba saja bandingkan jarang sekali bahkan tidak ada orang yang tinggal di daerah perumahan atau komplek memutuskan untuk berhenti sekolah dan memilih bekerja? Jika dalam lingkungan rumahnya banyak orang yang berhenti bersekolah dan memilih bekerja maka ia pun akan mengikuti apa yang ada dilingkungannya. Dan yang terakhir adalah keluarga, dalam keluarga yang berperan besar adalah orang tua. Seharusnya orang tua mengarahkan anaknya untuk memimpikan masa depan yang cerah, meraih cita-cita dan mendapatkan kualitas belajar sesuai dalam wajib belajar yang ditetapkan oleh pemerintah. 

Wajib belajar ini sebenarnya 9 tahun. Sekolah- sekolah negeri SD sampai dengan SMP dibebaskan biayanya oleh pemerintah. Namun bukan berarti karena wajib belajar 9 tahun maka sang anak hanya disekolahkan 9 tahun. Sekolah 9 tahun ini hanya untuk membekali siswa mencapai cita-cita yang lebih matang, dalam 9 tahun ini juga siswa belum memiliki keahlian khusus sehingga kasus yang saya temukan ini sang anak hanya akan bekerja di pabrik-pabrik yang membutuhkan tenaga kerja. wajib belajar ini sebenarnya agar para siswa tidak memutuskan bersekolah hanya karena alasan biaya. karena makna wajib belajar ini sudah tertuang dalam UUD 1945 bahwa tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan Wajib Belajar 9 tahun sejalan dengan semangat untuk membebaskan bangsa Indonesia dari kebodohan dan kemiskinan, jalan satu-satunya adalah dengan pendidikan. Sudah jelas sekali bukan bahwa pendidikan itu sangat penting agar bangsa Indonesia terbebas dari kebodohan dan kemiskinan. Persaingan dalam dunia sangat ketat dan jika memang kita memiliki jiwa pemenang seharusnya jangan biarkan bahwa kebodohan dan kemiskinan menjadi bagian dari kita. 

Pada batang tubuh pasal 31 UUD 1945 lebih tegas lagi menyatakan ”(1) setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”, dan ”(2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Pengakuan bahwa pendidikan merupakan hak setiap umat manusia termuat dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang pada pasal 26 ayat 1 berbunyi “Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan harus dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya untuk tingkatan sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan kejuruan secara umum harus terbuka bagi semua orang dan pendidikan tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama, berdasarkan kepantasan.”

Menurut sumber yang pernah saya baca saat ini Indonesia masih tertinggal dari Brunei Darussalam yang berada diperingkat ke 34 sementara Malaysia berada ditingkat 65. Padahal pada 2010 lalu Indonesia berada di peringkat 65, tahun ini merosot ke peringkat 69. Namun Posisi Indonesia jauh lebih baik dari Filipina (85), Kamboja (102), India (107), dan Laos (109). Jika tingkat pendidikan masih rendah, maka bisa dipastikan bahwa tingkat kebodohan dan kemiskinan semakin tinggi. 

Maka dari itu, jangan pernah kita memutuskan berhenti bersekolah untuk bekerja. Terlebih lagi adanya pemikiran dangkal yang masih terdapat di dalam lingkungan-lingkungan perkampungan. Meskipun ribuan orang di lingkungan kita memutuskan berhenti bersekolah dan kita satu-satunya orang yang bersekolah dan memiliki cita-cita yang tinggi jangan pernah takut, ketika biaya mempersulit kita jangan pernah takut. There’s a will there’s a way. Ketika kita memiliki keinginan, cita-cita yang besar dan tekad maka jalan akan datang dari mana saja karena Allah akan mempermudah. Semoga saja orang tua yang masih memiliki pemikiran dangkal agar dibukakan mata hatinya. Sehingga bangsa Indonesia akan terbebas dari yang namanya kebodohan dan kemiskinan dan memiliki anak bangsa yang cerdas :)

Sekian dari tulisan saya, semoga bermanfaat. Maaf jika ada kekurangan. Saya mengharapkan komentar dari kalian. Terima kasih telah membaca :)

Np : Saya menemukan kasus ini sangat dekat dalam kehidupan saya, maka dari itu saya membahasnya dan menjadikannya bahan tulisan saya.

No comments:

Post a Comment