Tuesday 16 August 2016

Good Manner, Best Result

Juli lalu, saya dapat kesempatan dipanggil kerja seminggu di bagian Survey Litbang Kompas mengenai Evaluasi Pemerintahan Jokowi-JK. Jadi, sistemnya adalah saya diberi 8 responden di satu daerah untuk dimintai pendapatnya dan jawabannya dari beberapa pertanyaan yang akan saya ajukan. Meskipun kontrak kerjanya adalah seminggu tapi karena adanya waktu koreksi maka turun lapang untuk survey hanya dibutuhkan sekitar 3-4 hari. Hari pertama saya sudah wawancara sebanyak 3 responden. Kemudian hari kedua saya mendapat 4 Responden. Hari ketiga saya tidak mendapat responden karena responden yang saya wawancara tidak ada ditempat, dan hari terakhir alhamdulillah saya mendapat 1 responden sehingga selesai sudah tugas saya sebagai interviewer. meskipun banyak hambatan yang saya lalui, tapi alhamdulillah selesai juga sudah tugas saya.

Kali pertama saya turun lapang terjun ke masyarakat sebagai interviewer, meskipun sudah sering wawancara orang lain, namun rasanya beda karena dalam pertanyaan yang saya ajukan beberapa diantaranya sangat sensitif. Seperti nama menteri yang kinerjanya buruk (ini merupakan pendapat dari responden), tokoh yang menurut responden layak untuk menjadi ketua partai politik, kebijakan pemerintah mengenai G-30 S-PKI dan juga survey kepuasan responden atas kinerja Polri, TNI, Pemerintah, Hakim dan Jaksa. 

Mungkin beberapa orang bisa dengan mudah menjawab itu semua, tapi hal yang memberatkan responden adalah ketika kami meminta foto KTP, rumah, Foto Responden dan juga data diri lengkap responden diminta oleh kami. Bahkan saya dihari terakhir kena marah oleh salah satu responden karena hal itu, statusnya sebagai seorang PNS dirasa takut apabila menjawab pertanyaan sensitif yang saya ajukan. Di menit awal, beliau kesal dan marah dan bilang ini kali terakhirnya mau diwawancara oleh Kompas. Satu pelajaran buat saya adalah, jangan pernah meladeni orang lain yang marah dengan amarah juga. Saya masih dengan perkataan yang santun dan tidak mencoba terpancing emosi menjawab bahwa ini akan menjadi terakhir kalinya. Sepanjang proses wawancara, tak sedikit beliau terpancing emosi karena beberapa pertanyaan yang saya ajukan, bahkan beliau bilang karena statusnya yang PNS bagaimana jika jawabannya itu disalahgunakan oleh Kompas? Bagaimana jika Pemerintah Jokowii-JK tidak suka oleh jawaban responden dan mendatangi rumah responden, atau bagaimana jika jabatan PNS beliau justru dipecat karena tidak mendukung atau memuji pemerintah Jokowi-JK?Baliau bahkan bilang bahwa media saat ini banyak yang berpihak kepada politik, dan saya akui itu. Tapi saya tetap meyakinkan beliau bahwa data jawaban beliau ini hanya untuk konsumsi kompas dan tidak akan disalahgunakan oleh kompas, kemudian satu pertanyaan keluar dari beliau "anda mau kasih jaminan apa?" saya tertegun, jaminan apa yang harus saya kasih? Status saya pun masih mahasiswa, saya hanya dipanggil oleh Kompas untuk diberi kerjaan. Saya hanya menjawab bahwa saya tidak bisa memberi jaminan apapun, tapi saya yakin bahwa Kompas bukan media yang akan menyalahgunakan jawaban responden untuk kepentingan politik, karena responden tidak hanya beliau saja tapi tersebar di seluruh Indonesia. Berbagai argumen muncul diliputi oleh emosi, namun jangan pernah lupa bahwa kita ketika kerja di satu perusahaan cobalah bersikap profesional, jangan pernah terpancing emosi hanya karena kalian dimaki oleh orang lain dan membuang rasa profesionalitas kalian. 

Diakhir wawancara, beliau minta maaf karena sudah bersikap seperti itu terhadap saya. Kemudian saya berpikir bahwa seandainya saya marah dan saya tidak suka diperlakukan seperti itu oleh beliau maka apa yang akan terjadi? pertanyaan tidak akan dijawab, akan ada perdebatan sengit, akan muncul cacian lebih tajam dari sebelumnya karena manner saya yang buruk dan tentunya tidak akan ada ucapan maaf oleh responden di akhir wawancara. tapi sebaliknya, justru di akhir wawancara saya ditawari makanan dan minuman dan beliau merasa tidak enak hati karena marah kepada saya. 
Good manner is important! kalau sikap kita sudah buruk, maka orang lain juga akan lebih memperlakukan kita dengan buruk.

Kemudian saya berpikir sepanjang jalan pulang, Jika saya mau menjadi reporter atau wartawan, maka emosi dari narasumber adalah makanan yang harus saya kunyah setiap saat karena saya perlu informasi dari narasumber tersebut. Jadi wartawan itu kuncinya sabar, toh gak semua narasumber itu sabar dan baik. ketika narasumber tidak suka dengan pertanyaan yang saya ajukan maka akan ada narasumber yang menyangkal dan gak sedikit narasumber yang akan marah kepada kita. Meskipun pengalaman saya sebagai wartawan alhamdulillah selalu mendapat narasumber yang baik, dan itu pertama kali saya. but it's ok. Saya terima dan saya telan sebagai pengalaman berharga dalam hidup saya. Semua pengalaman itu justru menjadi pelajaran dalam hidup saya, semoga saya terus belajar untuk menjadi lebih dewasa dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan selalu mempraktekan good manner dalam kehidupan sehari-hari. 

So, Good manner and then you can get best result.

2 comments:

  1. good manner ,, dibutuhkan jurnalis banget ya kak Shalsa... Semangat ~

    ReplyDelete
    Replies
    1. sangat sangat diperlukan ^^ semangaat jugaa yaa :**

      Delete