Tuesday 14 June 2022

Sate Kambing Dan Dialog Malam

Pernah ga sih terpikir ketika di depan sana lo sedang menghadapi suatu kehidupan baru yang lo sendiri gak tau sanggup atau engga menjalaninya. Terutama karena selama ini selain individualist lo selalu memutuskan setiap detail sendirian, lalu nanti akan ada orang lain yang masuk. Rasanya takut. Sejujurnya takut kalau nanti gue ga sanggup gimana? Kalau nanti gue capek gimana? 

Jumat lalu 10 juni pergi ke PRJ bareng temen2nya dan pulang jam 11an, lalu karena gue lapar jadi nyari makanan sampe ke taman menteng dan gue pesen sate kambing sedangkan dia tahu gejrot. Gue bercerita tentang ibu sampe gue cerita bahwa hubungan kita dan orang yang meninggal itu udah berakhir. Jadi gak ada alasan gue untuk membiarkan ibu bahagia dan memang gue ingin ibu bahagia yang menemani masa tua. Bukan berarti gue merasa posisi bapak direnggut gitu aja, tapi gue sadar betul. Bapak pun akan bahagia melihat kita bahagia dan yang dibutuhin bapak cuma doa aja.

Its my first time bercerita tentang yang gue alami di masa kecil tanpa tercekat. Gue cerita detik detik bapak meninggal dan ingatannya seperti apa. Ketika bapak suka ngilang taunya secara ga sadar solat, ketika gue mimpi proses pemakaman taunya beneran bapak meninggal. Sampai akhirnya pasangan gue bilang dia mau liat wajah bapak. Dia bahkan ngajak buat ke makam bapak buat ziarah. Gue nyari nyari foto lama dan ternyata hilang jadi belum sempet kasih liat wajahnya bapak.. its my first time untuk cerita momen itu. 

Dari dulu gue ga pernah cerita tentang bapak ke siapapun, ga pernah juga buat menelanjangi diri what I feel except to my psikolog. Rasanya pengen kasih ceklis ke diri sendiri udah bisa terbuka buka momen itu. Dan entah kenapa ajakan ke ziarah itu bikin gue bingung seketika dan bertanya "why?dia beneran serius mau hidup sama gue?"

Dia bilang gini kalau dulu mamangnya bilang bahwa ibu gue itu mandiri dan pekerja keras, jadi anaknya pun pasti gitu. Makanya dia juga mau coba kenalan. Gue akuin, yass gue pekerja keras dan mandiri. Gue selalu mempertimbangkan langkah yang gue ambil agar peluang keberhasilannya lebih tinggi. Tapi gue selalu merasa sendirian. Setiap kali orang lain menghancurkan kepercayaan gue, semakin gue ga percaya sama manusia, semakin gue ga percaya sama society. Semakij gue ingin bisa melakukan semuanya sendiri jadi gak terlalu membutuhkan orang lain. Menyedihkan ya.

Gue selalu punya kotak pandora yang cuma gue yang bisa buka, tapi gue jauhkan semua orang, gue pasang tameng jutek judes ketus dan ga ramah buat bikin orang gak nyaman sama gue. Persis kayaj go moon young. The truth is gue selalu kesepian dan gue ga pernah percaya bahwa orang bisa baik bisa tulus bahkan bisa serius. Terlalu banyak kecewa yang gue dapet sampe gue merasa hidup bersama orang laij itu melelahkan. Dan ini kedua kalinya, gue melihat mata dia yang ketika ngobrol menatap lekat. Sejujurnya gue takut, selalu takut. Pandangan gue terhadap dunia masih negatif, terutama terhadap percintaan dan rumah tangga. Bisakah gue menjalaninya? Gimana kalau cuma ada penyesalan? Bagaimana kalau nanti lebih parah dari ini  pikiran pikiran ruminasi selalu menggerogotj diri gue setiap malem dan itu penyebab gue tidur malem dan he dont know. Yang lebih berat itu proses penyembuhannya, proses gue merasa secure, proses gue dealing dengan traumatic issue bukan kata maafnya. But he dont even know.


No comments:

Post a Comment