Dalam satu sesi konsuling yang sangat menyentuh adalah ketika kalimat ini muncul
"kalau tidak berpegang pada harapan. Kepada apa lagi kita harus menjalani hidup bukan? Harapan ada masa depan lebih baik, ada harapan hubungan baik baik saja, ada harapan sukses dan lain sebagainya. Karena memang kita gak pernah tau masa depan itu seperti apa. Kamu berharap pada hal yang memiliki 2 kemungkinan berhasil dan tidak di masa depan itu bagus. Tapi kamu harus memastikan bahwa orang lain itu di luar kendali kamu. We can't fixing people, yang ada kamu lelah dan pada akhirnya marah. Mau kamu kontrol kamu cek apapun kalau dianya memang tidak ingin berubah maka kamu yang tau apa yang kamu inginkan"
Sebagai orang yang punya history menyalahkan diri sendiri karena memilih jalan yang salah, ada pertanyaan yang terlontar dari mulut gue
"apakah gue memilih jalan ini karena naif? Banyak orang bilang bahwa ga semudah itu orang berubah, apakah karena cinta dan mengesampingkan pendapat orang lain?"
Lalu dia jawab "apa yang kamu suka dari dia?"
Aku jawab "dia baik"
Dia jawab lagi "apakah dengan dirinya baik, diluar banyak masalah yang kalian hadapi ini, dan kemungkinan masalah lebih banyak. Kamu memiliki keinginan bersama dia?"
Lalu ada pertanyaan yang dia kasih "tanyakan ke diri kamu, apakah hubungannya pantas dipertahankan bukan hanya karena dia baik, tapi karena memang dia pantas untuk diperjuangkan. Dan tanyakan bahwa apakah dia memang ada dalam benak dan masa depan kamu? Apakah visi misi kalian sejalan sehingga gak ads bentrok? Apakah tiap kali kalian tidak sependapat kalian menemukan jalan keluarnya?"
Aku jawab "bahkan dibalik kekurangan dia, di dalam benak aku, cuma ada dia satu nama yang mau aku ajak bareng di masa depan. Kita punya mimpi bareng. Punya prinsip saling dan entah kenapa griefing dia membuat aku terluka"
Dia menganalogikan bunga mawar cantik berduri
"Kamu bilang dia baik, persia kayak mawar. Cantik banget kan bunyanya. Tapi batangnya berduri dan ketika kamu pegang kamu akan berdarah. Pertanyaannya adalah dia sedang berproses. Apakah kamu siap menemani dia berproses?"
Aku jawab "aku pernah nulis saat jurnaling dan di blog kalau dia itu kayak kaktus berduri. Ketika aku memeluk dia, ternyata durinya itu melukai sekujur tubuh aku. Dia kayak gitu. Entah kenapa tiap kali aku ngeliat dia, aku kasian, aku tau rasanya sendirian jalan di terowongan gelap tak berujung kesepian. Aku pernah berada di titik bawah bahkan sampe aku ga sanggup buat punya keinginan hidup. Liat dia bikin aku kayak liat diri sendiri di masa lalu. Makanya aku selalu ingin disamping dia. Banyak hal baru yang aku temukan di diri dia dan ada progres. Makanya aku berpegang meskipun cuma 1% harapan, aku ingin berpegang pada itu. Aku gatau apakah bener kata orang orang aku terlalu mudah dan terlihat gampangan. Tapi gak ada kata lain yang bisa menggambarkan kalau dia baik dan aku selalu bersyukur dia hadir di hidup aku di luar luka yang dia kasih. Aku pengen dia pun bisa punya harapan, kalau hidupnya akan baik baik aja, kalau dia beneran baik dan sesuai apa yang aku pikirkan. Tapi alasan aku hadir konsul adalah aku takut trauma aku menyakiti aku luar dalam, aku takut traumanya menghantui aku"
Yang bikin tambah nyes sedih adalah ketika dia bilang gini "tapi sadarkah kamu, kalau dari tadi yang kamu pikirkan itu adalah dia. Yang banyak kamu omongin adalah dia. Aku nangkep kamu cerita segala emosi dibalik cerita kamu. Kamu tuh punya rasa empati yang besar terhadap dia dan orang lain. Tapi kamu perlu menumbuhkan empati yang juga besar buat diri kamu. Coba terus dengarkan apa yang ingin dikatakan pikiran, perasaan bahkan tubuh kamu. Tanyakan ke diri kamu apa yang paling kamu butuhkan, apa yang kamu inginkan. Aku berharap hubungan kamu akan baik baik aja kedepannya. Tapi yang perlu kamu ingat, kita bisa hidup berdampingan dengan trauma. Kita hanya belajar beradaptasi dengan rasa sakit akibat trauma itu sendiri. Kayak kalau habis jatuh dan setelah sekian lama berlalu lukanya udah hilang tapi kalau kebayang lagi momen jatuhnya, ada sensasi yang gak mengenakan. Begitupun soal perasaan. Aku berharap kamu bisa mulai beradaptasi dengan itu"
No comments:
Post a Comment