Friday 26 August 2022

sementara

She will facing stage of grief yang gak nyaman banget. Trust me ga nyaman karena memang begitu. Dia adalah ibu dari anak bayi yang berjuang lebih dari seminggu di dunia. Dia juga seorang ibu yang habis didzolimi sama rumah sakit yang gak punya empati. 

Dia sempet bilang "kenapa yaa kok banyak hal yang buruk terjadi sama aku. Pas ayah sakit, aku dipecat dari Pekerjaan, pas nikah suami kehilangan pekerjaan, trus sebelum nikah juga, sekarang kehilangan anak". Well sedih banget ya denger gini, kayak kenapa sih dikasih ujian terus terusan yang bikin capek banget. Dulu aku pernah di fase ini sampe marah terus sama Tuhan, rasanya muak banget. Lalu pas ke psikiater kalimat "kenapa kenapa " muncul. Dan psikiater bilang "kita seringkali mempertanyakan kenapa terjadi A kenapa terjadi B, tapi mau sesering apa kita mencari jawabannya, gak akan pernah ketemu. Kayak kenapa sih hujan? Kenapa si ini begitu? Kenapa hidup saya begini. Mau sekeras apapun kita mencari gak akan pernah ketemu. Tapi kalau pertanyaan kamu bagaimana terjadinya hujan. Bisa ada jawabannya, tapi pertanyaan yang diawali mengapa tentang kehidupan akan sulit menemukan jawaban". 

Jujur, di hari gue tau kalau sodara gue itu harus kehilangan bayinya bahkan belum sempet menyusui dan gendong. Gue gamau ketemu dulu, gue takut, gue tipikal yang menyerap emosi dan bisa bikin gue makin takut sama apa yang akan terjadi di masa depan di hidup gue sendiri, karena gue kalau di posisi dia, gue membayangkan diri gue akan sekalut apa. Lalu besoknya gue baru ketemu sama sodara gue ini dan bawa kue buat tambahan tahlilan. Lalu uwa nyamperin gue sambil nangis "cucu uwa ca, cucu uwa". They grief terhadap orang terdekatnya yang harus terpaksa pergi bahkan sebelum merasakan udara selain bau rumah sakit. Di saat itu gue cuma bisa kasih pelukan tapi gak bisa banyak bilang apapun. Kata "sabar ya, ikhlas" kayak sejenis kata basa basi yang mana ketika gue diposisi itu kehilangan orang terdekat gue jadi capek dengernya. Niatnya baik orang orang yang ngomong gitu, tapi gak ada satupun yang paham rasanya ditinggalin orang terdekat kita, pengen bilang shut your mouth.

Sebagai control freak dan harus sadar betul tentang dunia ini sementara, semua hanya titipan ya benar adanya tapi sulit gue terima. Gue sulit menerima kalau kenyataannya gue bukan siapa siapa sehingga yang harus terjadi dalam hidup gue ya harus gue terima. Satu hal yang gue pelajari akhir akhir ini, bahwa semua hanya titipan dan hanya selewat dan akan berakhir. Mungkin hubungan sama keluarga, adik, pasangan, sodara atau mungkin anak. Menyadari ini bikin gue mikir tentang "apa iya pada akhirnya memang gue akan sendirian?"

No comments:

Post a Comment