Monday, 14 July 2014

Hati VS Logika

Di suatu malam, terlibat pembicaraan kecil pemecah gundah pencipta hampa
Logika : bagaimana kabarmu,apa sudah bisa berteman dengan kenangan?
Hati : bagimu mungkin mudah menyimpan kenangan di folder Recycle bin tanpa perlu merestorenya kembali, tapi bagiku itu sulit.
Logika : jadi apa yang akan kau lakukan?
Hati : aku membiarkannya tetap begini
Logika : bukankah sakit?
Hati : ya tentu saja, jika saja bisa akan aku hapus semua tentang dia bahkan disaat awal perkenalanku dengannya
Logika : kamu terjatuh dan terluka sedangkan dia bahagia, apa yang akan kau lakukan?
Hati : aku mungkin memang akan terjatuh dan menangis berkali-kali disaat melupakan dia, tapi aku akan menyerah, aku berhenti untuk menyudutkan dia pada posisi bersalah karena semakin aku melakukannya, dia akan menunjukkan kemesraannya bersama kekasih barunya. Maka dari itu, aku menyerah mengikuti kemauanku. Karena itu hanya menjadi bumerang untukku. Aku akan lebih merasa tersakiti ketika harus rela merangkak agar dia terus merasa tersudutkan.
Logika : tidakkah kamu sangat membenci kekasih barunya?
Hati : ya, sangat membencinya. Disaat wanita itu bisa memilih untuk pergi karena kekecewaan tapi beruntung mendapat tarikan sangat kuat dari dia yang bahkan rela melepas tanganku. Kadang aku berpikir untuk sangat membenci mereka berdua. Aku mengenalnya lebih dulu, aku menerima cintanya lebih dulu, kemudian rasa haus cinta seorang pria membuat hatiku terluka ketika wanita kedua datang, tapi lagi-lagi beruntungnya dia. Tapi walaupun aku membencinya, aku tidak akan merebut apa yang bukan milikku. Dia memang milikku awalnya, tapi saat ini aku hanya orang lain, wanita itu yang saat ini kekasihnya, jadi aku tidak akan menjadi perebut atau bahkan menjadi wanita kedua yang menempati posisi wanita pertama, karena aku tahu bagaimana rasa sakitnya.
Logika : apa kamu bahagia sekarang?
Hati : kategori bahagia itu bermacam-macam, mungkin aku bahagia karena kedoknya terbongkar walau luka dan duka terselip didalam kenyataan dan menjadi duri aku, maka aku akan lebih melihat sisi bahagianya, semoga.
Logika : bukankah kau sangat mencintainya? Waktumu mengenalnya lebih lama dibanding wanita itu kan? Pasti akan sangat sulit dan butuh waktu lama untuk melupakannya. Sedangkan jika wanita itu yang pergi, dia pasti tidak akan mengalami keadaan sesulitmu, dibanding denganmu waktunya terbilang singkat untuk suatu hubungan.
Hati : aku menyayanginya, aku lelah berkata cinta jika aku akhirnya aku terkhianati. Aku memang mengenalnya lebih dulu, bahkan dia yang datang menawariku segelas air cinta disaat dahagaku membuncah. Tapi itu keputusan dia, dia rela melepaskan tanganku yang terus berpegangan pada kerah bajunya kemudian mendorongku masuk jurang dan berlari mengejar wanita itu. Rasanya sakit, sangat sakit. Bukankah jika kita terlalu mencintai sesuatu, maka kita hanya akan mengecap rasa sakitnya. Aku terlalu menyayanginya, menelan semua omong kosongnya yang terasa nyata.
Logika : mengapa waktu itu kamu tidak berusaha mempertahankannya?
Hati : lalu menjadi wanita bodoh yang harus mengemis cinta padahal sudah tak diinginkan? Lalu dimanakah letak harga diri seorang wanita jika aku harus mengemis cinta ketika diriku diusir dengan perlakuan kasarnya? Agamaku saja sangat memuliakan wanita, apakah aku harus kehilangan harga diri dan kehormatanku hanya untuk mengemis agar dia memilihku? Tidak, tidak akan aku lakukan itu. Aku tidak akan mengecewakan Tuhanku yang dalam firmanNya saja sangat memuliakan wanita.
Logika : aneh rasanya, kau menjalani hubungan kurang lebih tiga bulan, dia bahkan rela menunggu jawaban cintanya yang terlampau lama karena hatimu yang belum siap. Kemudian kamu rela dia lebih memilih wanita lain yang memiliki kedekatan dalam waktu yang singkat. Dan bukankah dia gila, rela melepaskan kamu hanya karena wanita lain yang baru saja datang?
Hati : awalnya aku sulit percaya bahwa dia seperti itu, dia bahkan berkoar mengatakan ke semua orang bahwa aku kekasihnya, tapi kini berganti menjadi wanita lain. Ya aku tidak percaya dia segila itu, tapi mungkin wanita itu terlalu memiliki pesona memikat, sehingga membuat dia berpaling dan meninggalkanku yang terkapar, berdarah.
Logika : jika kamu terluka seperti ini, mengapa kamu tidak menyuruh wanita pengganggu itu pergi dan membiarkan kalian bahagia? Lalu mempertahankan dia agar tidak pergi? Tidakkah kamu berpikiran untuk tidak melepaskannya?
Hati : sebenarnya itu yang aku inginkan, tapi aku tak punya kekuatan untuk mengusir wanita itu karena tidak sepenuhnya wanita itu yang salah, justru dia yang membawa wanita itu di tengah kehidupan kami. Aku berpikir, jika dia memiliki rasa cinta yang besar padaku maka dia akan berjuang untukku. Setidaknya memperbaiki rasa sakit yang aku miliki. Jika bahagianya adalah denganku, maka dia akan berjuang untuk itu. Tapi bisa kau lihat sekarang bukan? Bahagia dia bukan denganku, aku hanya seseorang yang menemaninya menghabiskan waktu disaat rasa sepinya. Lantas mengapa aku harus menahan sesuatu yang bukan milikku? Aku menyayangi dia, itulah yang harus aku lakukan. Aku harus membiarkan dia bahagia dengan pilihannya, walaupun rasa ikhlas masih aku cari dan sambil menelan kepahitan dan luka yang dia timbulkan, aku tetap yang akan pergi melupakan dia.
Logika : jadi kamu memilih menyerah?
Hati : menyerah bukan berarti aku kalah dan berhenti menyayangi dia bukan? Aku hanya mencoba menjalani garis hidup yang sudah di atur sang Maha Cinta, aku mungkin suatu saat akan lupa atau berharap menjadi pelupa hanya untuk melupakan dia, tapi biarkan sang Pembolak-balik hati yang mengaturnya. Hati manusia dengan mudah Dia bolak-balikkan, dulu dia memang mencintaiku tapi Tuhanku lebih mencintaiku dan tak rela rasa cintaku melebihi cintaku padaNya.
Logika : jadi kamu akan benar-benar pergi? Bagaimana jika dia kembali dan meminta maaf dan ingin memulai lagi bersamamu?
Hati : Walaupun kemungkinan itu kecil, berarti Sang Pembolak-balik hati telah mengaturnya. Entah apa yang akan terjadi, aku mungkin akan berada dalam dua jawaban yang membuat dilema. Tapi biarlah, biarkan Dia yang menuntunku. Ya, kamu benar, aku akan benar-benar pergi, menghilang dan menjadi pelupa demi melupakannya. Dia bukan untukku, aku hanya berharap semoga aku bahagia, dia juga bahagia dengan kehidupannya. Walaupun ketika berpapasan aku hanya akan menjadi orang asing, tapi itulah fase hidup. Pernah ada dan kemudian dilupakan?


*lagu aku bukan untukmu milik rossa pun mengalun dengan merdu mengusik relung hati yang terluka


No comments:

Post a Comment