Thursday 10 July 2014

Pintu Rapuh itu Bernama Hati

kau membangun sebuah rumah untuk dirimu sendiri dengan sebuah pintu elok yang membuat siapa saja yang melihat dari depan rumahmu datang mendekat, seperti pesona yang sengaja dibuat agar siapapun mendekat dari luar. Pintu itu memiliki dua kunci emas yang sengaja kau buat, satu milikmu dan satu lagi masih kau simpan untuk seseorang yang menarik perhatianmu.

Suatu saat aku melewati rumahmu, tapi aku tidak begitu tertarik untuk mendekati daun pintu elokmu itu. Itu bukan daerahku, yang kutahu beberapa bulan yang lalu seseorang sering datang dan pergi dari pintumu itu. Bagaimana mungkin aku tahu? Tentu saja kita tetangga, walaupun aku lebih sering tidak menyapamu di pagi hari atau malam hari saat kita berpapasan.

Mari ku ajak kau mengulang waktu. Maka akan aku ceritakan bagaimana ini bermulai.

Suatu saat temanku yang sedang aku ajak ke rumah, bercerita bahwa yang sering keluar masuk itu adalah kekasihmu. Kau seperti magnet dengan kekasihmu itu karena kau tidak akan melepaskan ikatan dengan kekasihmu itu. Temanku ini memang peka terhadap hal sekecil itu aku bahkan tetanggamu saja seperti tidak peduli pada kehidupanmu. Aku hanya tertawa mendengar temanku bercerita tentang kau dan kekasihmu.
Beberapa bulan setelah percakapan dengan temanku, aku mendapatimu marah pada temanku karena memberikan barang milikmu kepada kekasihmu, tapi satu hal yang membuat aku kesal mengapa lelaki sepertimu dengan mudahnya marah hanya karena barang milikmu ditangan kekasihmu. Aku hanya bisa berdecak kesal dan mengeleng karena kelakuan konyolmu. Beberapa hari kemudian, teman kekasihmu sedang pergi bersamaku kemudian bercerita tentang hubunganmu dan kekasihmu itu, dan baru aku tahu kalian sudah tidak menjalin hubungan lagi. Pantas saja aku tidak melihat dia masuk pintumu lagi. Lucunya, ini tentangmu terus bukan? Aku memiliki teman-teman yang bercerita tentang orang yang sama sekali tidak ingin aku ketahui.

Dua bulan berlalu.

Aku mendapati satu pesan di media sosial yang kini melejit di kalangan kaum muda. Pesan itu dari orang yang tidak ku kenal. Pertanyaan singkat dari seorang pria yang intinya mengajak kenalan. Klise bukan? Bertanya siapa aku, rumahku dan semuanya. Awalnya ini pertanyaan yang membuat aku kesal karena masih tidak tertarik denganmu. Bagaimana bisa aku meladenimu dengan hati berbunga jika bukan kau yang saat itu aku suka. Tapi kau tidak berhenti membanjiri pesanku dengan pertanyaanmu itu. Bodohnya aku meladenimu. Beberapa ajakan darimu berulang-ulang ku tolak. Sampai akhirnya rasa tidak enakku mengiyakan ajakanmu, mulai ajakan antar jemput, ajakan makan malam hingga menjadikanmu tamu di rumah dan memperkenalkan kau kepada orang tuaku. Mereka sangat menyambut baik dirimu dan sangat menyukaimu, tapi ternyata itu adalah awal mulanya luka ini bermulai. Waktu terus berjalan hingga satu kalimat terlontar dari bibirmu, kalimat yang membuat aku bimbang dan aku sangat membenci saat-saat seperti ini. Aku datang ke pelukan wanita kuat bernama ibu, untuk mendapatkan nasihatnya dan ibuku memberikan kepercayaan kepada kau untuk menjagaku. Sejak saat itu gembok di hatiku terbuka, satu orang sudah mengisinya yaitu kau. Setelah hari itu, kau sering bermain ke rumahku. Begitupun aku, kau memberikan kunci emasmu itu padaku dan sering menyambutku di rumahmu. Aku sering datang membawa sarapan karena mengkhawatirkanmu. Berkeliling rumahmu sekedar mencari tahu seperti apa dirimu. Aku sering menghabiskan waktu di rumahmu, menghabiskan secangkir teh hangat di kala hujan. Atau menghabiskan waktu mendengar cerita dan kelakarmu yang justru sangat-sangat ku rindukan.

Suatu saat tanpa terduga aku melihat ada wanita lain datang ke rumahmu, aku tidak tahu sejak kapan dia tertarik oleh magnet yang terpancarkan dari daun pintumu itu. Dan baru aku tahu ternyata kau membuat kunci duplikatnya dan memberikannya kepada si wanita itu. Awalnya, dia hanya sekedar mampir menyapamu di pagi hari kemudian membawakan secangkir coklat panas untukmu, kemudian kau menyadari bahwa kau bahagia. Lebih bahagia bersama dia tanpa meninggalkan yang aku tapi hanya melupakan sesaat atau mungkin selamanya. Kau terjebak ketika aku mendapatimu membawa si wanita masuk ke rumahmu, kebingungan menyelimutimu. Kau mengatakan bahwa kau mencintai kami. Bentuk panggilan jamak yang aku benci keluar dari bibirmu. Melihatmu hanya diam di depan pintu rumahmu sangat menjengkelkan, tanpa alasan kau meminta maaf atas kelalaianmu. Tapi wanita yang sedang berada di rumahmu tidak mengikutiku untuk menyudutkanmu, hingga akhirnya kau menutup pintu elokmu itu sambil berkata maaf. Waktu berhenti seraya otakku mencerna apa yang terjadi. Tanpa sadar kau melukaiku, mengusirmu dari rumah yang dulu sering ku singgahi. Ternyata pintu elokmu itu sengaja dibuat untuk memanggil semua orang mendekat dan mengetuk pintumu, maka senyuman manismu akan kau berikan pada wanita yang mengetuk pintumu dan mempersilakannya masuk. Seperti itu terus, tanpa henti. Kau hanya akan menyakiti banyak orang dengan terus memasang pintu itu, tanpa sadar itu pun akan menyakiti dirimu sendiri kemudian rasa bersalah akan menghantuimu. Ternyata pintu elokmu itu rapuh, mudah diketuk dan dimasuki orang lain. Pintu rapuh itu bernama hati, ya hatimu.

Maka jaga baik-baik pintumu, jika tidak, kau akan menyakiti banyak orang – termasuk dirimu sendiri, juga rasa bersalahmu.

No comments:

Post a Comment