Pertengkaran yang terjadi membuat gue sadar bahagia itu adanya di dalam diri sendiri, dan bahagia itu dibentuk. Mau dia ngasih 24k emas, mau ngasih tas bermerk, mau ngasih waktu 24 jamnya, mau dia ngasih seluruh dunia kalau akunya ga bahagia maka ga akan bahagia, dan kita gak akan pernah bahagia.
Dulu, aku selalu minta bunga dan dia mempertanyakan apa cinta ditunjukin hanya harus lewat bunga. Tapi ternyata satu tangkai bunga menyenangkan dan bikin ketagihan. Tapi satu buket bunga dengan wajah memelas penuh khawatir yang sampe sekarang aku inget itu, ga menyenangkan dan ga bikin ketagihan justru bikin luka. Karna pada akhirnya jadi bucket bunga yang aku lempar juga karna terlalu sakit.
Sometimes its just not about flower, tapi memories.
Aku bukan terobsesi sama bunganya tapi memories dan kenangannya. Bunga membuat aku ngerasa dicintai, diperlakukan manis dan menjadi bagian dari dunianya dan tatapan mata saat kasih bunga itu membuat aku merasa jadi orang paling spesial yang dicintai. Karena bukan soal bunganya, tapi makna yang aku ambil dari bunga yang aku harapkan dari dia. Aku pengen jadi dunianya, aku pengen jadi satu satunya tempat yang ingin dia tinggali
Lalu pernah aku list hal-hal apa yang ingin aku lakukan sama pasangan yang ternyata harus aku redam untuk berusaha mengerti kalau dia gamau dan gak bisa karena berbagai kondisi. Aku dulu pengen banget punya memori bisa photobox sama pasangan, tapi dia bilang dia terlalu tua untuk itu jadi gak pernah photobox. Sampai akhirnya di awal februari, ketika kita lagi ke timezone dan dia nanya "mau main apa lagi?" Aku nunjuk photobox. Dalam benak aku "why not? Kalau ini pertama dan terakhir kalinya. Kali ini aku mau egois dan mau melakukan hal yang aku suka dan pengen". Dia akhirnya mau photobox, dia mau melakukan hal yang dia pernah bilang kalau dia gamau photobox karena terlalu tua untuk itu. Bahkan hasil fotonya ditaruh di dompet dia. Dan aku juga pernah punya checklist salah satunya bisa main timezone sama pasangan. Karena dulu sama gebetan sama temen cowo aja suka melakukan hal2 kayak gini. Masa sama orang yang pengen dijadikan suami ga pernah melakukan hal menyenangkan kan? Dan ternyata aku bahagia menciptakan memori baru sama dia.
Di awal kenalan sama pasangan, dia selalu bilang dia banyak melakukan hal romantis sama mantannya dulu. Intinya bucinlaah. Sebagai manusia yang menyukai hal perbucinan, jelas dong kalau di compare jadi kesel, kenapa pas bagian aku gak gitu? Tapi lagi-lagi fokus jawabannya adalah bukan di usianya lagi. Memaksa dia melakukan hal yang dia gak suka memang gak baik, makanya perlu kompromi ya kan?
Aku juga punya salah satu obsesi pengen banget liat dia nyanyi at least nyanyi buat aku. Tapi karena alasannya lagi lagi usia aku menahan diri dan berpikir nanti ajalah pas nikahan (adanya di masa depan yang mana gak ada yang tau ini beneran kejadian atau engga. Dan bentuknya harapan, kalau gak kejadian bisa bete dan kecewa). Tapi di awal februari dia nyanyi, bukan lagu buat aku tapi aku seneng dan bangga liat dia.
Lalu aku juga pernah pengen banget liburan bareng pasangan, pengen bisa staycation bareng. Aku ngajak main ke luar kota, bahkan bareng temen2 juga gappa, kalau takut gaenak sama pandangan orang lain. Tapi dengan alasan dia yang sayang uangnya dan mending buat nambahin pernikahan yang mana aku setuju. Tp aku redam lagi keinginan dia berharap mengerti semua alasan dia, sampai ada fakta lain yang menyakitkan bikin aku ga cuma kecewa sama dia tapi juga benci kenapa ngasih alasan yg terkesan baik tapi menyakitkan faktanya, dan bikin aku benci sama diri sendiri karena pengen jadi cewek pengertian dan mengerti segala hal salah satunya gabisa staycation dengan alasan mending cepet halal tapi justru bikin kecewa dan nyakitin bertubi tubi. Aku jadi mempertanyakan lagi ketulusan dia terhadap aku, jangan-jangan gak pengen staycation cuma gaenak sama pandangan orang lain terhadap kita.
Karena hal ini aku ngerasa bikin aku jadi banyak demanding karena terlalu kecewa dan terus mempertanyakan tentang dia, tentang usaha dia. Padahal disini aku juga salah karena ga coba buat jujur komunikasi dan bilang apa yang aku mau. Aku bisa bilang "aku pengen kita liburan bareng, aku pengen staycation aku pengen ngabisin waktu sama kamu" dan ketika dia ngasih alasan logis buat nolak aku bisa tetep buat bujuk dia kan tapi aku milih meredam semua. Aku mempertanyakan dan jadi menyesal mencoba pengertian sama setiap alasan dia karena justru yang dia kasih malah kecewa. I am demanding these days dan bikin hubungan kita gak baik baik aja bahkan ke titik lelah.
Aku pernah ngerecord dia lagi nyanyi trus dia bilang dia gak suka di record malu akhirnya aku matiin. Di bulan feb - march aku berpikir dan menyesal melakukan yang terbaik buat kita dengan meredam yang aku pengen dengan harapan semua hal buat pernikahan. Ga perlu staycation, kalau udah nikah kan bisa liburan puas. Ga perlu photobox kalau mau nikah kan bisa prawed. Aku sering meredam dan iyah iyah padahal ga mau, akhirnya ga jujur ke diri sendiri dan ke pasangan lalu membentuk aku yang gak pernah puas dan ga menghargai dia. Akhirnya yang kita dapet cuma pertengkaran tiada henti.
Aku jadi ngerasa ucapan morning greeting, update dia dimana dimana itu kayak cekikan buat aku yang ngerasa something wrong. Akunya kelelahan karena ga pernah jujur apa mau aku, dianya kelelahan karena aku ga pernah puas. Akhirnya bikin hidup segan mati tak mau. Bahayanya posisi kayak gini bikin jenuh dan memperbesar peluang orang lain masuk karena bonding kita kurant kuat.
Aku sekarang sadar, aku butuh memori sama dia yang terekam buat inget betapa cintanya aku sama dia dan dia pun begitu. Sekarang aku sering record memori sama dia lalu aku edit edit. cheezy memang. Tapi hal kecil kayak gini matters bukan? Kita semua menginginkan pernikahan, tapi pernikahan adanya di masa depan. Menjadi good planner buat masa depan itu baik tapi memperkuat cinta di masa kini juga penting. Aku sekarang merasa bahwa apapun yang terjadi di masa depan, sekalipun pada akhirnya dia cuma bagian dari memori aku pengen punya memori baik tentang dia dengan harapan sampai pernikahan dan awet sama dia. Tapi terlalu fokus menggengam masa depan ternyata bikin aku kelelahan dan menangis tiap hari, akhirnya aku ga bahagia sama dia.
Tapi Saat ini aku pengen bahagia, mengukir semua memori indah sama dia. Tapi bukan berarti memori sebelum sekarang ini ga bahagia. Aku bahagia nonton bareng sama dia, main sama anak-anak, makan bareng dsb. Tapi kemarin aku merasa terlalu kuat keinginan kita menuju pernikahan, menuju halal tapi bonding di masa kini kurang kuat, semua hal terasa rutinitas bukan excitement lagi. Aku ngerasa aku bukan orang yang dia cari pertama kali dia liat hp, aku ngerasa ada orang lain yang mengambil atensi dia, aku bukan orang yang bisa dia ajak melakukan hal gila dan nackal, karena bukan aku yang dia gombalin. Makanya aku merasa tercekik menjalani hubungan sama dia sampai aku sadar untuk mengubah haluan dan tujuan. Aku pengen banyak punya memori dia adalah tangan yang aku genggam, dia pundak yang sering jadi sandaran, dia wajah yang bikin aku kesel sekaligus ketawa, dia yang dengan kelembutannya sering nyuapin aku, dia yang dengan lahapnya makan masakan aku dan dia sosok yang selalu aku rindukan. Dengan bonus pernikahan dan hidup sampe akhir hayat sama dia.
Seperti intro blog ini
"You never know the true value until it become memory"
Aku pengen menjadikan dia memory yang indah yang pernah ada dan gak ada penyesalan. I mean kalau amit-amit gak berakhir baik, dia orang yang pernah mengukir hal indah sama aku. Aku pengen bahagia sana dia dan mengukir banyak memori bareng dia. Hopefully lancar rencana kita, udah ga ada lagi hal menyakitkan dan gila yang membuat aku depresi berhari hari. Aku bener bener pengen menjadikan dia orang yang aku syukuri tiap harinya karena keinginan mengukir memori sama dia yang kuat.
No comments:
Post a Comment