Friday, 20 May 2022

Belajar dari rasa sakit

Keegoisan gue akan memilih untuk ga merespon segala bentuk kenalan dari dia sedari awal dia minta kenalan dan ketemuan. Tapi bukan hidup namanya kalau kita ga belajar. 2 tahun itu bukan waktu yang sebentar, berkali kali dealing dengan kondisi capek karena dia yang selalu ada di zona yang sama gak berubah, dan berkali kali membuat gue pengen pergi jauh. 

Tapi tiap kali merenung, gue sadar bahwa bukan karena terlalu sayang/cinta yang bikin gue bertahan sama dia. Gue merasa menemukan diri gue yang lain dengan mencintai dia. Ternyata ada pelajaran berharga yang kita berdua dapat dari rasa sakit. Dia belajar karena udah menyakiti gue, gue belajar karena sering tersakiti oleh dia. Meski gue terus bilang ke diri sendiri bahwa gue gak akan bisa mengubah orang lain, jadi seandainya kalimat dia bilang dia mau berubah demi gue, gue ga boleh kepedean. Karena perubahan itu hal yang sulit. Dalam buku yang gue baca, katanya alih alih bersikeras mengubah pasangan karena tentunya yang akan menderita itu diri kita, coba tanyakan ke diri sendiri "apakah kekurangannya ini menjadi masalah?", "apakah aku bisa menghadapinya jika dia tetap tidak bisa berubah?", "what if worst case terjadi, apa langkah yang akan aku ambil?"

Selama mencintai dia, gue belajar arti ketenangan dari rasa sakit, gue belajar mengenal dan lebih mencintai diri gue dan tentunya gue belajar meyakini bahwa people memang come and go. Pada akhirnya ternyata berharap kepada manusia itu hal yang akan selalu mengecewakan. That's life. Kadang ada momen melihat cermin dan melihat track ke belakang ternyata gue melihat diri gue yang baru. Belajar menyikapi sesuatu dengan tenang, padahal di dalam hati rasanya ingin meledak dan memaki. Gue belajar untuk percaya segala intuisi yang datang karena berkali kali dan hasilnya bener, sampai sekarang gue masih belajar melihat tanda yang dikasih Allah ke gue. Gue juga belajar bahwa terus terusan membenci itu sama aja nyiram diri sendiri dengan air panas yang mendidih, bikin melepuh dan terus terusan sakit di saat yang sama gue belajar untuk menang dari isi pikiran sendiri, pikiran gue untuk balas dendam dan menyakiti dia lebih parah sampai dia sadar kalau dia menyesal menyakiti gue, gue bahagia ternyata gue mampu menang dari isi pikiran psycho sendiri, dia hanya tersimpan dalam pikiran bukan jadi tindakan. Dan terakhir gue belajar melepaskan, dia gakan jadi milik gue kalau memang gak ditakdirkan buat gue bukan? Meski dalam prosesnya sakit banget. Gue sadar menang itu sebenernya adalah melawan diri sendiri. Mampu atau engga? Bukan melawan orang lain. Gue bangga bisa menang secara elegan. Karena hal yang dia lakukan udah terlanjur, marah marah gak akan mengubah fakta, tapi gue bisa jadi orang lebih baik dari itu.

Di saat kita ambil jeda buat menjauh, dia kembali dan menyadari hal baru. Gue bahagia bukan karena dia kembali dan berniat berubah demi gue agar jadi better version dia. Gue bahagia karena dia menyadari hal baru dalam diri dia. Karena gue tau dengan pasti menyadari diri itu hal yang sulit, hal yang pertama dari sebuah perubahan adalah self awareness dan dia melakukan itu. Gue ingin dia bisa lebih peduli dengan diri dia, gue ingin dia lebih sayang dengan diri dia, dan gue ingin dia mudah memaafkan diri dia. Karena ketika kita mudah maafin diri sendiri, lebih peduli dan sayang dengan diri sendiri. Kita gak akan dengan mudah menyakiti orang lain. 

Gue pengen bilang ke diri gue yang lama, makasih udah sampai ke titik sekarang, gak pernah menyerah dan terus berjuang. Berat memang yang dijalani, tapi udah sampai ke titik sekarang itu hal yang luar biasa. Mari kedepannya terus menjadi kuat setiap hari. Kuat menghadapi keadaan, kuat dalam menerima takdir dan kuat bukan berarti gak nangis. You can cry if you want ya shalsa and back stronger :)


No comments:

Post a Comment