Tuesday 10 May 2022

Rethinking

Ada satu kalimat yang nampar banget. Kalimatnya gini
" untuk kamu yang mau menikah atau ada rencana menikah, coba pertimbangkan lagi keputusan kamu. Karena ketika akad sudah berkumandang gak ada namanya jalur puter balik lagi. Kalau memang tujuan kamu menikah hanya untuk merubah karakter suami atau pasangan kamu dari PENDUSTA jadi BERLISAN JUJUR dari BENALU PEMALAS menjadi PENCARI NAFKAH UTAMA YANG BERTANGGUNG JAWAB, dari LAKI LAKI RINGAN TANGAN SUKA PUKUL menjadi LAKI LAKI LEMAH LEMBUT atau bahkan dari LAKI LAKI YANG SUKA MAIN PEREMPUAN menjadi SETIA. Pada akhirnya itu akan jadi beban yang sangat berat di dalam rumah tangga nanti. Karena jika tidak bisa berubah sesuai dengan ekspektasi kamu yang ada kamu akan menyesal karena kamu berada di dalam lingkaran setan yang kamu buat sendiri"

Kalimatnya sungguh nampar, bikin gue berpikir gue ini di tahap siap menikah dan menerima konsekuensi atas pilihan hidup gue gak ya? Gue selalu bilang ke adek kalau gue takut gagal, bagaimana kalau nanti gue gak bahagia, bagaimana kalau nanti gue tersakiti? Bagaimana kalau pasangan gue ternyata terus menerus menyakiti dan ga menghargai gue sebagai seorang istri? Bagaimana kalau nanti justru ada pihak ketiga yang masuk dalam rumah dan membuat ketidakstabilan emosi gue? Bagaimana kalau pada akhirnya gue gak sanggup berada dalam hubungan itu dan gue menyesal telah ketemu orang yang salah? Bagaimana kalau pada akhirnya gue marah atas keputusan yang gue ambil?

Gue sekarang menyadari bahwa gue tidak akan pernah merubah kebiasaan dan karakter orang lain,GAK BISA. Sedangkan persis kayak kalimat tadi, jauh di lubuk hati gue, gue berharap pasangan gue menjadi apa yang gue inginkan. Berlisan jujur, setia, gak main kasar, tanggung jawab dan suami serta ayah yang baik. Gue juga bingung, mencari tutorial di internet pun gak ketemu. Nanya ke orang yang berpengalaman menikah pun gak ketemu jawabannya, bahkan istikharah gue pun belum mendapat jawaban. Gue bingung, bagaimana kita tau kalau dia adalah orang yang tepat buat gue? Bagaimana caranya agar gue gak ketemu orang yang salah yang di kemudian hari bikin gue stres dan menyesal? Gue harus apa? 

Tadi siang adek cerita kisah ibu temennya yang agak stres. Ibunya ini dari dulu dipukulin suaminya, suaminya tukang judi pokoknya bukan suami yang baik banget. Bertahun tahun hidup dan memendam rasa emosinya itu ternyata bikin si ibu yang sekarang jadi lebih sering nyiksa anaknya, anaknya di tampar bahkann untuk masalah sepele. Temennya adek gue ini justru belum kerja dan lagi stres banget karena gak punya uamg sedangkan dia keterima kerja yang mengharuskan di asrama, tp karna di awal kerja belum di gaji tentunya untuk hidup sehari hari butuh uang dan ketika minta uang di bilang anak gak berguna. Bahkan untuk makan sehari hari si ibu ini memaksa keluarganya makan makanan apapun yg dia makan dan totalnya 300rb per bulan jadi rata rata makan cuma timun di sop bahkan ada momen makan makanan yang sama kayak buat bebek piaraannya. Padahal si ibu imi punya uang, tapi uangmya ditaro di brankas dan kuncimya dibawa kemanapun termasuk ke toilet. Bahkan karena sikap kasar bapaknya ke ibunya ini bikin temen adek ikut bela diri untuk jagain ibunya. Trus sering diminta buat cerai aja, tapi si ibu bilang takut jadi janda. Status takut jadi janda jadi lebih penting dibanding kesehatan mental diri dia dan anaknya. Buat apa ada dalam hubungan toxic gak sih? Capek hati.

Gue jadi inget kisah sang ibu di tokoh Dave pelzer dalam buku A child called it. Ekonomi, perselingkuhan, KDRT bisa jadi salah satu pemicu rasa sakit yang diturunkan ke anak. Dave bahkan jadi sasaran empuk ketika ibunya benci ayahnya. Gue meyakini bahwa hal buruk secara tidak sengaja terekam otak kita dan tanpa sengaja ada rasa benci atas perilaku yang akhirnya kita lakukan di kemudian hari. Dsri kisah dave pelzer yang bikin gue galau sampe seseugeukan ini bikin gue sadar bahwa gue gak boleh berada dalam hubungan gak baik dalam rumah tangga, gak boleh memaksakan diri kalau gue gak bahagia, gue gak mau kalau nanti luka gue ditransfer ke anak gue kelak. Dave bahkan gak hanya dapet bentakan, tapi juga dilempar popok isinya poop adeknya, gak dikasih makan, disuruh berdiri di atas kompor, dikurung dan suruh menghirup amonia dan parahnya ditusuk pisau. Kok bisa ibu kandung begitu? Bisa. Beberapa waktu lalu bahkan kasus ibu kandung yang menggorok anaknya kan? Oh GOD Im so sad 💔

Gue pernah liat lukisan yang kurang lebih seperti gambar di bawah ini. Tapi bedanya di lukisan itu seorang ayah yang dimarahi di kantor lalu dia marahin sang istri dan sang istri marahin anak lalu sang anak berperilaku menyimpang secara emosi. Dalam seminar pra nikah yang dulu pernah gue ikutin dan bintang tamunya fedi nuril, fedi bilang "happy wife happy family". Kebayang ga sih kalau emosi ibu dan istri aja gak stabil dan apa jadinya rumah itu? Rasanya kayak neraka kan? Makanya gue takut menikah, gue takut ketemu orang yang justru bikin gue tambah stres sama hidup, gue takut gak cuma beban fisik yang ditambah tapi batin gue. Dulu gue bahkan lebih memilih gak menikah, hubungan yang gue takutkan. Karena kebayang gak sih? Buat apa lu minta anak orang buat dijadikan istri, kalau pada akhirnya di kemudia hari lu bilang ke istri kalau lu jatuh cinta pada yang lain dan mau nikahin orang itu dan ingin menjalankan poligami? Atau di luar konteks agama, memilih selingkuh berbohong dan pikih cewek lain ketika lu udah memilih satu cewek yang udah terikat agama dan hukum. Capek gak sih? Kayak buat apa menikah kalau pada akhirnya gak cukup satu orang yang menemani hidup lu? Kalau gitu gak perlu komitmen gak sih? Itu tanda gak bisa komitmen bukan? Lebih enak bebas gak terikat agama apalagi hukum bukan? 

Sampai sekarang gue masih mencari jawaban bahwa menikah untuk ibadah itu kayak gimana. Karena gue gatau. Gue gatau bagaimana lu yakin seyakin yakinnya kalau lu mau menghabiskan hidup lu sama orang itu. Dan gue bahkan gatau bagaimana caranya lu bisa tau dia orang yang tepat? Kayak gak ada jawaban pasti, mau dicari ke ujung dunia pun gak ada. Gue kayak di suruh menjalaninya aja dulu. Gue orang yang lebih memilih flight dan kabur gak terima resiko tapi disuruh ada di jalan penuh resiko. Di setiap solat gue kadang gue bertanya "why? Kehidupan apa yang sedang digariskan untuk gue? Gak ada kepastian. Kayak take it or leave it"

Damn seandainya ada jawaban dari segala kegundahan hati ini. Seandainya ada tutorial di google agar gue menemukan jawaban yang tepat untuk segala pertanyaan gue. Kalau kata dr andreas "pertanyaan kayak gue akan disakiti lagi atau engga, gue bakal dibohongin lagi atau engga. Jawabannya gak tau. Yang lebih penting adalah apakah orang itu cukup berharga untuk diberikan kepercayaan dan hati kita. Orang tersebut cukup amankah? Tapi seandainya gagal dan kecewa lagi yang didapat, berarti udah cukup karena kalau yang terlihat hanyalah pola yang sama dsn berulang masa sih rela memberikan kesempatan lagi dengan alasan dia pasti berunah?"

Susah ya hidup

No comments:

Post a Comment