Ketika gue berkelana di digital dan menemukan satu buku yang lagi gue pengen baca yaitu "what I wish I knew About Love". Satu kalimat yang gue suka yaitu
"Mencintai itu berarti menyadari bahwa kita punya kekuatan untuk menyakiti orang lain tapi kita memilih untuk tidak melakukannya. Karena gak ada jalan putar balik"
Gue dari dulu sangat berharap bahwa gue menginginkan healthy relationship, dimanapun hubungan yang gue jalani dengan siapapun itu. Tanpa banyak yelling, screaming, judging, cheating, liying dsb. Gue berharap pasangan gue tau dan memegang prinsip untuk gak menyakiti gue meskipun dia punya kekuatan untuk itu, dia punya banyak kesempatan untuk melakukannya.
Berselancar di social media jadi salah satu hobi buang waktu yang gue lakukan, meskipun terkadang menambah overthinking, tapi banyak juga momen menampar yang menyadari gue. Ada kalimat dari orang di video tiktok yang bilang "kita gak akan bisa mengubah orang lain. Tp perubahan itu justru datangnya dari diri kita. Karena di saat kita melakukan perubahan, justru perubahan kita itu bisa menginspirasi orang lain. Konflik dan pertengkaran dalam hubungan bukan membuat hubungan menjadi mesra. Tapi justru membuat jarak, dingin dan merusak. Tapi ambillah jeda buat merenung dan intropeksi diri".
Sebenernya merenung dan intropeksi diri ini jadi salah satu aplikasi dari stoicism bahwa banyak hal di luar kendali, termasuk sikap, perasaan, perkataan pasangan. Justru yang dalam kendali hanyalah diri kita. Gue menyadari bahwa jarak gue dengan pasangan itu karena seringnya pertengkaran yang membuat lelah tapi kita sering memendam karena ujungnya pertengkaran doang yang kita dapatkan. Rasa capek ini memunculkan pihak ketiga yang masuk melalui celah. Sayangnya gak pernah kita sadari. Gue baru menyadari juga bahwa bukan cuma dia yang tergoda, gue pun. Chat dengan orang lain jadi lebih ditunggu dan gue harapkan, bahkan momen diajak main sama orang lain sangat gue nantikan. Sayangnya hati gue yang bermain disini.
Dan dulu pun gue pernah ada di hubungan yang hancur bukan karena ketidakpedulian satu sama lain, tapi gue yang menyerah karena seringnya pertengkaran terjadi, sampai hati gue berpaling. Gue udah gak pernah nunggu dia yang telp atau chat gue lagi dan memamg LDR bukan jenis hubungan yang cocok dengan gue. Kesepian bisa membuat hati gue berpaling. Tubuh gue masih ada dalam hubungan itu, tapi hati gue udah gak disana. Itu sebabnya gue pernah gagal di hubungan yang lalu. Saat ini gue pun sadar, jarak yang terbangun diantara kita bukan hanya memunculkan orang lain dari pihak dia yang masuk, tapi juga banyak pihak lain yang juga masuk ke kehidupan gue. Saat ini gue takut, gue berpaling meski berkali kali gue memilih untuk tidak mengkhianati dia. Karena setiap kali orang ketiga masuk, itu tandanya hubungan dua orang itu memang gak baik dan udah hancur sebelum pihak ketiga masuk. Saat ini, justru gue yang hampir berbohong, hampir lebih banyak mengharapkan orang lain yang mengisi diri gue yang bisa kembali merusak hubungan. Gue mau tetep memilih meskipun gue punya kesempatan dan kekuatan penuh buat berkhianat dan bikin kecewa, gue tetap memilih gak melakukannya.
Setelah proses merenung ternyata gue pun pernah mengharapkan orang lain ketika menjalani hubungan gue. Gue jadi percaya sama Firman Allah yang ini
"Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarah pun dia akan melihat balasannya." (QS al-Zalzalah: 7-8).
Perasaan sakit dan kecewa gue pun bisa jadi sepercik hati berpaling. Saat ini mau gue tutup pintu rapat buat menjaga hubungan gue.
No comments:
Post a Comment