Tuesday 25 July 2023

My Feeling As....

"No parent is perfect. you may have lingering emotions and anger issues with your parents which can impede your ability to cope with your newfound caregiving responsibilities. Try to find ways to forgive, not just for your parents sake but for your own health and wellbeing as well"


Menjelang Due date jadi lebih banyak yang dipikirin, termasuk "bisa ga ya jadi orang tua bertanggung jawab memenuhi kebutuhan anak, dan diri sendiri disaat masih menjadi generasi sandwich yang bikin huh hah huh hah". Trust me I am not tough women, ga kuat sbnernya, pusing sama isi kepala sendiri. pusing banget karena biaya terus menerus meningkat disaat gue diberi tanggung jawab yang besar. dan disaat perekonomian lagi gonjang ganjing, tapi kebutuhan anak pun banyak. jujur gue takut. 

Sedangkan pola pikir gue sama ibu selalu bersebrangan, selalu bertabrakan dan akhirnya ujung2nya berdebat. Karena ibu tipe orang yang rely on ke somebody. ibu selalu menekankan ke adek gue untuk gausah fokus ke karir karena kalau udah nikah mah enak. I mean gue selalu ngedoktrin adek gue "hey wake up, nikah tuh bukan finish, nikah tuh start line dimana lo akan membawa diri lo kemana. dan jangan mengandalkan diri ini ke orang lain (actually klo gue tipe yang extreme banget ga suka rely on nya dan ini yang membuat gue depresi di 2018). Sekarang gue punya paksu yang buat berbagi cerita dan belajar rely on yang mana sulit gue lakukan. 

Dari dulu gue sampe debat dan berantem pas keluar rumah hanya karena dilarang kerja di jakarta. Gue disuruh jalan ditempat. Gue ga habis pikir klo gue dulu nurut, gue akan lebih paspasan lagi hidupnya bukan? Ada juga cerita ketika mama mertua gue gue ceritain tentang temen gue yang generasi sandwich dan dia lagi ga kerja, mama mertua gue simpati tapi langsung diselipin kalimat "kenapa dia ga nikah aja?". gue bingung apakah ini mindset orang dulu ya, kayak nikah menyelesaikan semua masalah kehidupan? termasuk masalah ekonomi? bayangin lo nikah tp lo belum kuat secara finansial trus lo tau2 dikasih anak dan lo ga punya uang pegangan. diperlakukan gimana pun terima terima aja. gue kadang suka mikir apakah gue terlalu liberal sehingga ga nyambung pola pikirnya sama mama mertua maupun ibu yang berpikir harusnya suami yang bsa handle semua hal dalam perekonomian rumah tangga?

gue ingin hidup dimana gue dan paksu sama2 hidup yang saling dan ga saling lempar tanggung jawab, saling paham dan saling membantu, saling memenuhi kebutuhan keluarga kecil kita. Tapi bukan ga peduli sama keluarga besar, tp ingin fokus buat mensejahterakan anak kita yang mana itu tanggung jawab utama kita. That's why gue sangat suka ketika dia bisa invest buat diri dia, yang mana bukan dia banget. gue ingin jalan hidup dia dibukakan sebesar besarnya supaya dapet rejeki yang lebih deras lagi buat kita dan anak kita. 

Apakah salah berpikir bahwa menikah itu bukan berarti cowo 100% dalam rumah tangga? memang suami punya tanggung jawab menafkahi istrinya. bukan kebutuhan doang tapi printilan kesenangan juga. Tapi gue mau mengesampingkan mindset orang dulu dulu, dimana gue disini pekerja dan gue ingin bareng2, selama dia bertanggung jawab dan memprioritaskan gue dulu, anak kita dulu termasuk dari segi financial. 

Ibu selalu membanggakan diri karena ketika dipuji orang2 tentang "enak ya udah punya anak yang bisa biayain blablabla". Tapi itu bukan hal yang patut dibanggakan ga sih? dan fokus ke "kalau dari anak cukup, gakan mau menikah lagi". I mean gakan bisa bergantung ke siapapun. orang ada saatnya pergi, ada saatnya meninggalkan kita, kita harus bisa sendirian di dunia yang kejam ini.

Gue selalu ingat kalimat ini "if you dont take care of your health, you cant truly take care of anyone else. after all, you and your family deserve happiest, healthiest you!"

Just because gue menyokong keluarga jadi generasi sandwich bukan berarti gue harus hidup dan makan seadanya telor mie buat ngirit bukan?itu bukan egois tapi bentuk sayang ke diri sendiri. klo gue mengesampingkan diri dan ngisi air di gelas orang lain terus, what if gue gada umur? what if akhirnya gue mati tanpa menikmati yang harusnya gue nikmati? ini extreme actually, tapi gue gamau, hanya karena gue ngeluh bukan berarti gue akan berhenti bukan? gue cuma mau berbagi pikiran aja. karena sejujurnya kepala ini udh mau meledak loh. Itupun yang selalu gue tekankan ke paksu, dia ga boleh ngirit2 sampe ga makan karna buat keluarga, gue gamau dia kayak gitu. kalau dia ga makan dan sakit atau kenapa2, kasian anak kita. 

karena pelajaran yang berharga dari kepergian bapak adalah, dia tidak taking care dirinya sendiri sampe baru ke rumah sakit ketika sirosis hati dan ga ketolong. dan well itu membawa hidup kita kayak sekarang, gue jadi generasi sandwich dan depresi saking stresnya. hidupnya cuma buat kerja dan cari uang doang. Dan akhirnya gue bahkan gatau kondisi lambung gue gimana, tapi gue takut sama hasilnya, karena bertahun2 hidup buat cari uang terus membuat gue jadinya kesehatan gue terganggu, tipikal observer "dikeadaan tidak baik, dia tidak memperhatikan kesehatan diri". Gue jadi orang terjahat dari diri gue sendiri, gue bahkan takut hidup gue jadi sakit sakitan karena ulah gue sendiri. gue bahkan sampe detik ini ga ikhlas sama takdir why my father was gone? dan membuat gue jadi tulang punggung. 

No comments:

Post a Comment