Tuesday, 15 March 2022

Anger iceberg


Setelah mengalami perenungan panjang, gue menyadari hal tentang diri gue bahwa seringkali gue mengucapkan kalimat dengan tatapan sinis, kata-kata tajam dengan maksud melukai. Gue sadar itu bentuk gue mengalami segala bentuk reaksi atas kekecewaan, kekesalan, kesedihan yang gue pendam. Intinya sih gue terluka, dinding pertahanan diri gue sering gue bangun dengan kokoh sampai akhirnya gue lakukan adalah menyerang orang lain dengan kalimat sinis. 

Karena sikap sinis ini pula gue pernah ada di titik meragukan diri "gue ini manusia baik atau jahat ya? Sisi dominan dalam diri gue ini dr jeckyls atau mr hyde?" 
Padahal mah itu cuma bentuk perlindungan diri. 

Entah kenapa ketika terluka, gue lebih memilih diam, bungkam seribu bahasa tapi dalam hati gue pengen teriak marah-marah, nunjuk-nunjuk dan bahkan nampar. Tapi reaksi gue cuma diam meski gak mau menatap orang yang saat itu menimbulkan luka. 

Seringkali gue merasa kuat di luar padahal di dalam porak poranda. Jadi ketika gue menunjukan sisi sinis dan gue marah di luar seolah gue ga butuh orang lain. The truth is, ternyata gue cuma sedang melindungi diri gue sendiri. Dan perjalanan ke titik "gue lagi kenapa sih?" Itu perjalanan panjang sampai gue sadar bahwa emosi lain yang gue rasakan itu sebenernya bukan marah, melainkan emosi yang lain persis kayak gambar iceberg ini. Gue juga banyak belajar tentang emotional sensation wheels, jadi sensasi di tubuh gue itu menyampaikan emosi apa sih. 
Tepat 1 hari setelah gue ulang tahun ke 27 tahun, gue merasakan semua emosi negatif yang isinya, kecewa, takut, cemas, menyesal, stress, kesel, sakit hati, sedih dan segala perasaan gak nyaman. Lalu gue menyampaikan kalimat menusuk yang kejam ke lawan bicara gue. Kuat di luar hancur di dalam. Rasa marah itu membuat gue mengambil keputusan tanpa gue mau liat orang lain ataupun keinginan terdalam gue. Karena gue cuma sakit hati dan ingin perasaan sakit itu berakhir. Gue mengambil jalan menyakiti hati orang lain dengan kalimat menusuk, menyepelekan dan superior merasa sombong karena bisa membongkar banyak hal dengan usaha gue sendiri. 

Ternyata menyakiti orang lain yang menyakiti kita itu gak serta merta bikin perasaan sakit itu hilang. Yang ada justru ada perasaan sakit lainnya yang muncul. Itulah kenapa balas dendam gak baik kali ya? 
Setelah beberapa waktu mengambil jeda dan jalan pasrah atas keputusan yang udah gue ambil, perasaan ga nyaman menyelimuti gue sampai akhirnya gue minta maaf udah menyakiti dia atas kalimat gue. 

I mean kadang ketika tersakiti, yang kita lakukan adalah meresponnya dengan menyakiti balik. Bukan fokus jujur bahwa kita tersakiti dan being vulnerable. Justru vulnerable itu jadi pilihan terakhir yang akan diambil. Apa kayak menelanjangi diri depan orang lain ya vulnerable itu? Makanya lebih banyak jadi pilihan terakhir.

3 bulan di 2022 gue belajar banyak hal, termasuk belajar menjadi vulnerable, jujur atas segala perasaan yang menyelimuti gue, atas cara gue dealing dengan rasa sakit dan kekecewaan, bahkan cara gue berdamai dan belajar memutuskan sesuatu untuk hidup yang akan gue jalani.

No comments:

Post a Comment