Wednesday, 23 March 2022

pretty messy of being hurt

Untuk orang yang punya trauma diselingkuhi, selain rasa marah yang suka muncul tiba-tiba, ternyata rasa takut juga selalu menyelimuti. Bukannya gamau memperlakukan hubungan dengan baik, meskipun akhirnya korban yang diselingkuhi memilih hubungan baru atau tetep bertahan di hubungan lama. Keduanya punya potensi rasa takut dan khawatir terluka lagi. 
Korban yang diselingkuhi berperang melawan diri dia, rasa takutnya, masa lalu yang menyakitinya dan traumanya. Meski dilukainya di masa lalu, tapi sakitnya masih membekas. Jadi gausah ditanya sakitnya kayak apa, rasanya capek.

Mau nunjuk-nunjuk marah juga faktanya adalah entah si korban menjalin hubungan baru atau bertahan, mungkin pasangannya yang baru baik, lebih baik dari pasangan yang lama. Dan mungkin juga kalau milih bertahan, pasangannya yang dulu pernah ambil jalan yang salah itu telah tobat dan gak ngulangin kesalahannya lagi karena gak mau pasangannya terluka. Tapi rasa takutnya gak bisa dihindari. Ganti pasangan ataupun bertahan, sama-sama bikin luka.

Akhirnya bikin korban perselingkuhan jadi orang paling jahat, karena udah maafin dan mau moving on tapi masih merasa tersskiti karena masa lalu. Kalau boleh milih juga korban yang diselingkuhi, lebih baik mati rasa, amnesia dan lupa sama rasa sakitnya sih. Karena capek pasti merapihkan pecahan hati yang berserakan. Bangun kembali kepercayaan, rasanya setengah mampus.

Emosi jadi gak stabil, bisa bahagia banget tapi karena rasa khawatirnya itu seketika bisa langsung marah dan sedih berkepanjangan, keputusasaan juga muncul karena putus asa sama diri sendiri dan juga masa lalu yang terus menerus ngejar. Keinginan sendiri dan mengakhiri hubungan juga terus menerus muncul, karena banyak rasa curiga. Bukannya gamau bahagia, siapa sih orang di dunia ini ga pengen bahagia? Siapa orang di dunia ini gak pengen ada sosok orang baik yang menemani dan bisa saling membahagiakan? Tapi lukanya terlalu sakit sampe bikin gejolak emosi yang kayak gelombang. Apalagi kalau ternyata korban diselingkuhi tanpa ada perubahan pasangan, gak ada perubahan sikap, justru si pasangan tambah baik tambah romantis. Jadi ketika kenyataan muncul kalau pasangannya berpaling, yang dikhawatirkan korban adalah "bagaimana jika aku disakitin lagi meski dia udah bersikap manis? Tapi sikap yg berubah juga membuat dia takut disakitin lagi". Masalahnya kekacauannya itu muncul dan gak ada rasa aman. Jadi kalau ditanya "harus apa biar merasa aman" jawabannya gak tau. 

Tapi menurut para ahli, emosi yang menyakitkan yang sering muncul itu emang proses menuju penyembuhan. 
"Tidak jarang satu pasangan/pasangan (biasanya pasangan yang tidak setia) merasa pada titik tertentu bahwa mereka telah membicarakan perselingkuhan itu "cukup" dan bahwa diskusi lebih lanjut tentang apa yang telah terjadi adalah "hanya memperburuk keadaan." Ketika ini terjadi, mungkin ada tekanan halus atau terbuka bagi pasangan yang trauma untuk berhenti berbagi perjuangan emosional mereka. "Mari kita bergerak maju ... kita memiliki minggu yang lebih baik, mengapa kita harus membicarakannya lagi?" seringkali merupakan sentimen pasangan/pasangan yang siap untuk melupakan perselingkuhan. Menghentikan komunikasi sebelum waktunya akan mematikan proses penyembuhan"

Tapi untuk pasangan yang trauma, tentu bukan hal yang mudah. Mereka juga tau gak baik mengungkit terlalu sering karena itu ada di masa lalu dan seharusmya hidupnya di masa kini. Tapi terlalu menyakitkan. Meski paham betul kalau justru kayak ga menghargai usaha yang dilakukan pasangan peselingkuh di masa kini. Tapi bukan gamau menghargai, tapi terlalu capek. Kayak kenapa sih harus ada luka? Kenapa harus disakiti? Kenapa harus melalui rasa sskit itu?


"What has happened has happened. Let’s face it. Give a second chance. Not that the act is right, but if the person is really sorry, forgive, so that you can have a sound mind as well. Life does go on, you will love again and that happiness will once again be yours. The pain might not be gone but it will be less and it will be manageable."

No comments:

Post a Comment