Thursday 24 March 2022

Ketidakmampuan Peran Dalam Cinta Yang Sebenarnya

Pernah gak sih marah yang bercampur kecewa karna suatu masalah yang bukan kita alami, tapi berakhir rasa iba dan sedih yang menyelimuti diri ini. Ini yang sedang saya alami.

Sebuah cerita tentang keponakan yang saya sayang. Bayi berumur 6 bulan yang hadir tanpa dosa tapi dibenci oleh ayah kandungnya. Aku gak habis pikir, bayi lucu yang gak pernah berhenti senyum dan membuat orang lain bahagia karnanya tapi malah dibenci (dibuang) orang lain, terlebih lagi ayah kandungnya.

Mungkin ini karena ketidakmampuan dia untuk sepenuhnya bertanggung jawab menjadi seorang ayah. Tapi yang paling membuat saya marah adalah apakah karna ketidakmampuannya untuk menafkahi lantas harus menyakiti wanita dengan berkata kasar, terlebih lagi membuang anaknya?

Ekonomi emang masalah nomor pertama yang hadir dalam rumah tangga, ini yang aku dengar dari beberapa orang yang udah menjalani pernikahan. Memang sih, uang bukan segalanya dan yang gak bisa membeli kebahagiaan. Bahkan salah satu teman priaku pernah ngasih nasehat untuk tidak selalu mengejar uang. Tapi uang bisa membuat orang lain menghalalkan segala cara meskipun cara itu salah loh. Ekonomi dengan kesehatan mental yang sedang menurun ditambah jauh dari Tuhan bisa membuat seseorang menghalalkan segala cara, meskipun dengan cara terburuk sekalipun.

Untuk temanku yang kenal bertahun-tahun, mereka tau bahwa isu sosial itu hal yang sangat ku suka. Apalagi kalau berkaitan dengan anak-anak. Aku sangat sedih ketika ketidakmampuan orang tua yang seharusnya berperan sebagai orang tua justru lari dari tanggung jawabnya sebagai orang tua. Dan banyak kejadian yang membuat aku jadi berpikir, apakah aku sudah siap menjadi orang tua?

Berita yang menggemparkan beberapa hari lalu, seorang ayah yang memperkosa anaknya sampai hamil dan ingin bertanggung jawab menikahi anaknya? See? Ketidakmampuan si ayah untuk menahan gejolak nafsu dalam dirinya membuat dia kehilangan akal sehat dan akhirnya dia tidak mampu berperan menjadi seorang ayah yang baik untuk anaknya. Dia diberi amanah oleh Tuhan untuk menjaga anaknya, bukan untuk melampiaskan nafsu ke anaknya.

Contoh kedua, pria yang hadir dalam kehidupan wanita memberi kata manis dan rayuan gombal lalu ketika sang wanita terperangkap jatuh hati pada si pria, sampai ingin memberikan apapun untuk si pria. Dia akhirnya memilih pergi menghilang. Tapi si wanita sudah memberikan apapun yang Ia miliki sampai akhirnya depresi menggerogoti dirinya sampai akhirnya memutuskan bunuh diri. 

Contoh ketiga, pria yang merasa hebat dalam menggapai wanita manapun untuk mencari teman sex. Tak perlu cinta, hanya perlu wanita yang mudah untuk sama-sama menjalani hubungan semu. Tapi ingin menjalani kehidupan dr jeckyls dan mr hyde sekaligus. Ingin memiliki masa depan baik bersama sang kekasih tapi gak mau melepaskan sisi kelamnya, alhasil selingkuh cara tercepat dia bisa menjalani keduanya.

Untuk seseorang yang punya trust issue sama pria, aku merasa bahwa bagaimana caranya hidup bersama orang yang akan menjalani hari-hari bersama. Aku juga khawatir bukan menjadi orang tua yang baik karena memilih pasangan yang salah karena terlalu cinta. Aku sangat suka anak-anak, aku merasa diriku yang berantakan aku coba berbagai cara untuk regulasi emosi, kebiasaan dan trauma dengan beberapa konsultasi ataupun cognitive behaviour terapi. Bahkan memantau segala pikiran yang datang melalui meditasi. Aku khawatir menjadi ibu yang buruk yang mudah terbawa emosi, karena peran ini akan lebih berat lagi. Aku juga takut memilih pasangan yang salaj berarti siap memberikan luka kepada anak. Aku gamau transfer luka ke anak. 

Karena anak kita gak bisa memilih dilahirkan oleh orang tua seperti apa, tapi kita bisa memilih ingin hidup dengan pasangan seperti apa.

Ketiga contoh diatas membawa banyak penelitian dan statement bahwa mereka tidak bahagia dengan hidupnya. Mereka merasa kosong dan kesepian, perasaan gak enak yang membuat mereka mencari jalan pintas. Karena cinta itu juga kan didalamnya tak hanya ada rasa nyaman, setia, nafsu tapi juga tanggung jawab. 

Ketika udah datang ke kehidupan seseorang, siapkan bertanggung jawab untuk terus menggenggam tangannya tanpa menggenggam tangan orang lain?

Ketika sudah akad, siapkah menjalani kehidupan bernama pernikahan dan menepati janji ke keluarga untuk on track?

Aku lebih percaya bahwa meskipun kita sebagai manusia itu gak sempurna, banyak cela, trauma masa lalu, tapi ada usaha untuk lebih baik gak dengan berbagai cara? Meninggalkan sisi kelam, melawan keinginan diri sendiri untuk melangkah ke kehidupan baru? Makanya selesaikan masalahmu dengan diri sendiri sebelum menjalin hubungan terutama menikah itu penting.

No comments:

Post a Comment